Tuesday, March 31, 2015

Surah Al A'raf Ayat 191 - 206







Al A’raf Ayat 191 Dan 192

أَيُشرِكونَ ما لا يَخلُقُ شَيئًا وَهُم يُخلَقونَ
Patutkah mereka sekutukan Allah dengan benda-benda yang tidak dapat menciptakan sesuatupun, sedang benda-benda itu sendiri diciptakan? “ (191)

وَلا يَستَطيعونَ لَهُم نَصرًا وَلا أَنفُسَهُم يَنصُرونَ
Dan benda-benda itu tidak dapat menolong mereka, dan tidak juga dapat menolong dirinya sendiri.” (192)

Allah mencela pekerti orang-orang yang menyekutukan Allah, iaitu adakah patut mereka hendak menyekutukan Allah dengan sesuatu benda seperti patung, berhala, pohon, binatang, matahari, bintang-bintang dan lain-lain seperti roh-roh jin, syaitan dan seumpamanya yang kemudian itu mereka sembah ataupun puja dengan menyajikan beraneka makanan dan korban. Padahal benda-benda itu tidak dapat hendak menjadikan sesuatu apa, bahkan semuanya itu Allah yang menjadikannya.

Ayat ini, selain ditujukan secara umum kepada penyembah-penyembah berhala, tetapi ia juga ditujukan secara khusus kepada orang-orang musyrik Mekah dan orang-orang yang seumpama mereka di mana Al Quran sedang diturunkan pada masa itu.

Firman Allah :
“Hai manusia telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”
(Q.S Al Hajj: 73).

Benda -benda yang mereka sembah itu sudahlah pasti tidak akan dapat memberikan pertolongan kepada mereka yang menyembahnya atau yang memujanya. Bahkan ia tidak akan dapat berbuat apa-apa pun juga kalau orang yang hendak menghinanya atau merosakkannya. Maka adakalah layak bagi orang yang berakal untuk menyembahnya? Akal yang sihat akan memberikan jawapannya yang tegas, iaitu sudah tentulah tidak.




Al A’raf Ayat 193

وَإِن تَدعوهُم إِلَى الهُدىٰ لا يَتَّبِعوكُم ۚ سَواءٌ عَلَيكُم أَدَعَوتُموهُم أَم أَنتُم صامِتونَ
Dan jika kamu (hai kaum musyrik) menyeru benda-benda itu untuk memperoleh petunjuk (daripadanya), mereka tidak dapat menurut (menyampaikan hajat) kamu; sama sahaja bagi kamu, sama ada kamu menyerunya atau mendiamkan diri.

Pada ayat ini diterangkan betapalah sulitnya merubah jalan fikiran orang yang telah mendalam pengaruh syirik dalam dirinya. Syirik ketika lahir adalah salah satu gejala sahaja daripada syirik yang umum. Kemusyrikan telah berurat berakar di dalam diri mereka, sehingga bukan sahaja ketika anak lahir, bahkan ketika kematian, ketika meminta diberi keuntungan berniaga, ketika kahwin, dan ketika apa saja, mereka telah menyekutukan Allah.

Walaupun diajak dan diseru dengan alasan yang kuat, mereka tidaklah akan meninggalkan kebiasaan yang buruk itu. Jika didiamkan sajapun, mereka tidak juga akan berubah. Sehingga di antara ajakan dengan mulut ataupun didiamkan adalah menjadi sama saja bagi mereka.

Namun ayat ini bukanlah bermakna menyuruh memberhentikan seruan agama kepada orang-orang yang menyekutukan Allah. Ini hanyalah merupakan perumpamaan yang halus sindirannya kepada kaum musyrikin atau orang yang menyekutukan Allah. Iaitu kalau orang-rang musyrik itu ada hajat, dipujanyalah berhalanya itu untuk meminta sesuatu yang dihajatinya. Kalau tidak ada hajat, ditinggalkannyalah berhala itu dan didiamkannya.

Adakah perbuatan mereka itu memberi bekas kepada berhala yang mereka sembah itu?
Jawapannya ialah, tentu sekali tidak!
Kerana berhala itu tidak berdaya untuk mendatangkan manafaat atau mudharat. Demikianlah pula dengan sikap orang-orang musyrik itu. Mereka diumpamakan oleh Allah seperti berhala pula. Samada orang-orang mukmin menyeru mereka atau mendiamkan saja, mereka orang-orang musyrik itu tetap tidak memberi bekas apa-apa. Jadi menyeru mereka orang-orang musyrik itu bagi orang-orang mukmin samalah seperti menyeru patung-patung berhala itu , iaitu ianya sia-sia belaka.





Al A’raf Ayat 194

إِنَّ الَّذينَ تَدعونَ مِن دونِ اللَّهِ عِبادٌ أَمثالُكُم ۖ فَادعوهُم فَليَستَجيبوا لَكُم إِن كُنتُم صادِقينَ
Sesungguhnya benda-benda yang kamu seru selain Allah adalah makhluk-makhluk seperti kamu. Oleh itu, (cubalah) menyerunya supaya benda-benda itu dapat memperkenankan permohonan kamu, kalau betul kamu orang-orang yang benar.

Allah menyatakan bahawasanya patung-patung dan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang musyrik itu tidak lain hanyalah makhluk Allah yang dikuasaiNya, lagi tunduk di bawah kekuasaan dan kemahuanNya sebagai hamba-hamba Allah yang sama seperti orang-orang musyrik itu juga.

Allah telah membahasakan dalam ayat ini bahwa berhala-berhala itu sebagai hamba-hamba walhal berhala-berhala itu adalah dari kayu atau batu dariapda benda-benda yang tidak berakal. Tujuannya ialah kerana orang-orang musyrik mendakwakan bahwa berhala-berhala mereka dapat memberi mudharat dan manafaat, bermakna mereka percaya bahwa berhala-berhala tersebut ada berakal dan faham pula akan apa-apa yang mereka pinta.

Jadi dalam ayat ini Allah menggunakan lafaz yang sesuai dengan bahasa yang mereka gunakan terhadap berhala mereka, dengan tujuan sebagai celaan, seraya menyindir mereka dengan firman:
maka (cubalah) kamu panggil mereka, kemudian suruhlah mereka menyahut sekiranya kamu orang-orang yang benar.”

Kalau benar berhala yang kamu dakwakan itu Tuhan, cubalah panggil dan seru kalau dia boleh menyahut. Ayat ini selain merupakan sindiran, ia juga mengandungi ejekan di atas pekerti mereka yang maksudnya : “berhala dan patung-patung yang kamu sembah itu, sebenarnya adalah hamba-hamba Allah seperti kamu juga. tidak ada kelebihan mereka dari kamu. mengapakah kamu sembah mereka dan kamu jadikan pula diri kamu sebagai hamba kepada berhala-berhal tersebut?”

PERINGATAN DARI PENGAJARAN
Kata-kata ayat yang sepatah ini haruslah ditanam benar-benar di dalam hati kita, bahwasanya sekalian makhluk adalah sama saja dengan kita, iaitu sebagai hamba Allah. Pada ayat 188 yang kita telah pelajari sebelum ini, nabi Muhammad saw sendiri telah mengatakan bahwa dia tidak berupaya memberikan manafaat bagi dirinya dan juga bagi diri orang lain, dan tidak pula dapat menangkis bahaya utnuk dirinya dan juga untuk orang lain. Kalau nabi sendiri sudah berkata demikian, padahal syahadat kepada Allah selalu diiringkan dengan syahadat kepada Nabi Muhammad saw, apalah ertinya lagi makhluk yang lain? Adakah mereka berupaya?



Al A’raf Ayat 195

أَلَهُم أَرجُلٌ يَمشونَ بِها ۖ أَم لَهُم أَيدٍ يَبطِشونَ بِها ۖ أَم لَهُم أَعيُنٌ يُبصِرونَ بِها ۖ أَم لَهُم آذانٌ يَسمَعونَ بِها ۗ قُلِ ادعوا شُرَكاءَكُم ثُمَّ كيدونِ فَلا تُنظِرونِ
Adakah benda-benda (yang kamu sembah) itu mempunyai kaki yang mereka dapat berjalan dengannya, atau adakah mereka mempunyai tangan yang mereka dapat memegang (menyeksa) dengannya, atau adakah mereka mempunyai mata yang mereka dapat melihat dengannya, atau adakah mereka mempunyai telinga yang mereka dapat mendengar dengannya? Katakanlah (wahai Muhammad): "Panggilah benda-benda yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian kamu semua jalankan tipu daya terhadapku, serta jangan pula kamu bertangguh lagi.

Allah membuat perbandingan di antara berhala-berhala dengan manusia. Meskipun berhala-berhala itu dibentuk seperti orang, umpamanya berkaki, bertangan, bermata dan bertelinga, dapatkah berhala-berhala itu menggunakan keempat-empat anggota itu sebagaimana manusia menggunakannya? bagi manusia, keempat-empat anggota yang dibekalkan oleh Allah kepada manusia itu adlah tersangat penting. kerana dapat dipakai untuk menunaikan keperluan-keperluan hidup, sedangkan bagi berhala itu pula anggota-anggota tersebut tidak ada gunanya. Meskipun berkaki, ia tidak dapat berjalan, bertangan tetapi ia tidak dapat memukul, bermata tetapi tidak dapat melihat dan bertelinga tetapi tidak dapat pula mendengar. Jadi sia-sialah  keempat-empat anggota tersebut bagi mereka.

Dengan perbandingan ini jelaslah bahwa manusia jauh lebih baik dari berhala yang lemah sifatnya, kerana berhala itu hanyalah cuma batu atau kayu yang tidak dapat bergerak atau berbuat apa-apa yang dapat membawa manafaat ataupun mudharat.

Jika ini telah jelas, maka mengapakah manusia yang berakal dan lebih baik kejaidiannya daripada berhala itu bersusah payah pula untuk menyembah benda-benda yang lebih hina dan lebih rendah darjatnya.

Dengan hujah-hujah ini batallah dakwaan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa berhala-berhala itu Tuhan mereka.

Kemudian Allah menyuruh pula Nabi Muhammad saw suapya mengatakan kepada orang-orang musyrik itu, iaitu: “panggillah kawan-kawan sekutu kamu dariapda berhala-berhala dan patung-patung yang kamu sembah, supaya dapat diketahui nanti betapa lemahnya mereka.”

Orang-orang musyrik ini telah menakut-nakutkan nabi saw dengan mengatakan bahwa berhala mereka akan menimpakan bala kepada nabi saw jika berhala mereka dicela. Maka Allah swt telah menyuruh nabi saw supaya mencabar mereka itu, dengan mengatakan : “Tuhanku adalah berkuasa untuk mendatangkan mudharat dan manafaat. Walau bagaimanapun kamu hendak menjalankan tipu daya kepada aku nescaya tidak akan sampai kepadaku, kerana Tuhanku akan mempertahankan aku. Maka jalankanlah tipu daya kamu itu sekarang juga. dan jangan ditangguh-tangguhkan lagi sehingga aku lama menunggu.”



 Al A’raf Ayat 196

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذي نَزَّلَ الكِتابَ ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصّالِحينَ
"Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan kitab (Al-Quran), dan Dia lah jua yang menolong dan memelihara orang-orang yang berbuat kebaikan"

Ayat ini menerangkan dengan lebih lanjut ucapan Nabi Muhammad saw di hadapan kaum musyrikin iaitu bahwa sesungguhnya yang memimpin, melindungi dan menolong  nabi saw untuk mengalahkan  semua kaum musyrikin ialah Allah, Tuhan yang menurunkan kitab Al Quran. Dialah Allah Yang menurunkan Al Quran yang menjelaskan keesaan-Nya dan kewajiban berbakti serta berdoa kepada-Nya dalam segala keadaan. Al Quran itu membentangkan kekeliruan dan kebatilan penyembahan-penyembahan berhala-berhala itu. Kerana itu Rasul saw. tidak mempedulikan benda-benda berhala itu dan tidak pula merasa takut kepadanya, meskipun orang-orang musyrikin menakut-nakutinya dengan berhala itu.

Allah swt. juga akan memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya kepada hamba-Nya yang saleh yakni mereka yang memiliki jiwa yang bersih berkat kebersihan akidahnya, dan dari kebersihan jiwa itu lahir amal perbuatan yang luhur, berguna bagi kehidupan pribadi dan masyarakat.


 Al A’raf Ayat 197

وَالَّذينَ تَدعونَ مِن دونِهِ لا يَستَطيعونَ نَصرَكُم وَلا أَنفُسَهُم يَنصُرونَ
Dan benda-benda yang kamu sembah selain Allah, tidak akan dapat menolong kamu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.

Huraian ayat ini telah pun dijelaskan di dalam ayat 192 yang lalu. Ia diulang sebutannya untuk menguatkan lagi celaan Allah terhadap perbuatan orang-orang musyrik yang menyembah berhala itu. Hendaknya mereka itu insaf, bahwa berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka sedikit pun sedangkan diri mereka sendiri tidak dapat hendak mereka tolong.

Ayat ini juga menunjukkan perbezaan antara pihak yang boleh disembah iaitu Allah yang memimpin orang-orang yang baik dengan pertolongan dan pemeliharaanNya. Berbeza dengan pihak yang dilarang menyembahnya, iaitu berhala-berhala yang tidak dapat hendak melakukan sesuatu apa.




 Al A;raf Ayat 198

وَإِن تَدعوهُم إِلَى الهُدىٰ لا يَسمَعوا ۖ وَتَراهُم يَنظُرونَ إِلَيكَ وَهُم لا يُبصِرونَ
Dan jika kamu menyeru benda-benda (yang kamu sembah) itu untuk mendapat petunjuk (daripadanya), mereka tidak dapat mendengarnya; dan engkau nampak benda-benda itu memandangmu padahal mereka tidak melihat.

Ayat ini ditujukan kepada orang-orang musyrik yang maksudnya: “sekiranya orang mukmin menyeru kepada orang-orang musyrik agar mendapat petunjuk, maka seruan tersebut tidaklah akan mereka dengarkan. Kerana mereka akan memekakkan telinga dari mendengar perkara-perkara yang hak dan benar. Dan walaupun mereka mempunyai mata untuk memandang. Tetapi mereka tidak dapat melihat, iaitu melihat dengan mata hati yang boleh memahami sesuatu yang berguna.

Dengan kebanyakan Mufassirin mengatakan bahwa ayat ini juga ditujukan kepada patung-patung dan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang musyrik yang mana sifat berhala-berhala itu adalah benda-benda yang tidak bernyawa, tidak dpat memberi manafaat atau mudharat. Dan tidak dapat juga mendengar atau melihat.





 Al A’raf Ayat 199

خُذِ العَفوَ وَأمُر بِالعُرفِ وَأَعرِض عَنِ الجاهِلينَ
Terimalah apa yang mudah engkau lakukan, dan suruhlah dengan perkara yang baik, serta berpalinglah (jangan dihiraukan) orang-orang yang jahil (yang degil dengan kejahilannya).

Dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan Rasul-Nya agar berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan hukum.iaitu:
1. Sikap Pemaaf
Allah swt. menyuruh Rasul-Nya agar beliau memaafkan perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga lari dari agama.
Sabda Rasulullah saw.:
“Mudahkanlah, jangan kamu persulit.”
(H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Musa dan Muaz)

Termasuk prinsip agama, mudahkanlah, menjauhkan kesukaran dan segala halnya dalam bidang budi pekerti manusia yang banyak dipengaruhi lingkungannya. Bahkan banyak riwayat menyatakan bahwa yang dikehendaki pemaafan di sini ialah pemaafan dalam bidang akhlak atau budi pekerti.
Berkata Rasulullah sehubungan dengan ayat ini:
"Apakah ini ya Jibril?" Jawab Jibril: "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu agar memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadapmu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu dan menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya."
(HR Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, dari Ibnu Umaimah dari bapaknya)

2. Menyuruh manusia berbuat makruf.
Makruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam Alquran kata "makruf" digunakan dalam hubungan hukum-hukum yang penting, seperti dalam hukum pemerintahan, hukum perkawinan. Dalam pengertian kemasyarakatan kata "makruf" digunakan dalam erti adat kebiasaan dan muamalat dalam suatu masyarakat. Kerana itu ia berbeza-beza sesuai dengan perbezaan bangsa, negara dan waktu. Di antara para sarjana memberikan definisi "makruf" dengan apa yang dipandang baik melakukannya menurut tabiat manusia yang murni tidak berlawanan dengan akal fikiran yang sihat. Bagi kaum muslimin yang penting ialah berpegang teguh pada nas-nas yang kuat dari Alquran dan sunah. Kemudian mengindahkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan nas agama secara jelas.

3. Menjauhkan diri dari orang-orang yang jahil.
Yang dimaksud dengan orang jahil ialah orang yang selalu bersikap kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap Nabi dan tidak dapat diberi kesedaran. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menghindarkan diri dari orang-orang jahil dengan tidak melayani mereka dan tidak membalas kekerasan mereka dengan kekerasan pula.



Al A’raf Ayat 200

وَإِمّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيطانِ نَزغٌ فَاستَعِذ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَميعٌ عَليمٌ
Dan jika engkau dihasut oleh sesuatu hasutan dari Syaitan, maka mintalah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.

Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan tentang kemungkinan Nabi Muhammad saw. digoda syaitan lalu dia tidak dapat melaksanakan prinsip di atas. Oleh kerana itu Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar selalu memohonkan perlindungan kepada Allah swt. jika godaan syaitan datang dengan membaca "ta`awuz", yaitu:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
Maksudnya “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

Allah swt. Maha Mendengar segala permohonan yang diucapkan dan Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa seseorang yang dapat mendorong dia berbuat kejahatan atau kesalahan. Jika doa itu dibaca orang yang tergoda itu dengan hati yang ikhlas dan menghambakan diri dengan tulus kepada Allah swt. maka Allah swt. akan mengusir syaitan dari dirinya, serta akan melindunginya dari godaan syaitan itu.
Firman Allah swt.:
“Apabila kamu membaca Alquran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.”
(Q.S An Nahl: 98,99)

Sabda Rasulullah saw.:
“Tidak seorang pun di antara kamu sekalian melainkan didampingi temannya dari jenis jin. Berkatalah para sahabat: "Kamu juga hai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Juga. Hanya Allah menolong aku menghadapinya maka selamatlah aku daripadanya."
(H.R Muslim dari 'Aisyah ra dan Ibnu Mas'ud)

Hadis dari Ibnu Mas’ud, berkata Rasulullah saw,:
“tidak seorang pun dari kamu melainkan adalah dia diwakilkan (diberi) dengan seorang qarin iaitu teman dari bangsa jin dan seorang qarin dari bangsa malaikat. Orang-orang pun bertanya, “adakah tuan hamba juga demikian, ya Rasulullah?” jawab baginda, “dan juga saya, tetapi Allah telah menolong saya dari godaan syaitan itu sehingga saya telah terselamat, sedang teman saya itu pula tidak menyuruh saya untuk melakukan sesuatu melainkan yang baik saja.”

Meskipun dalam ayat ini diperintahkan kepada Rasul, namun maksudnya ialah meliputi keseluruhan dari umatnya yang ada di dunia ini. Setiap manusia samada manusia biasa atau pun nabi ada disediakan kepadanya rakan yang menemaninya dari jenis jin dan malaikat. Qarin dari jenis jin itulah yang membuat fitnah untuk menggoda manusia sedang qarin atau teman dari jenis malaikat pula memelihara dan mempertahankan seseorang itu dari berbuat maksiat. Masing-masing dari keduanya mendorong manusia mengikut kegiatannya. Jika giat dalma perkara kejahatan, qarin dari jenis jin itulah yang mendorongnya. Sebaliknya jika giat dalam perkara kebaikan, qarin dari jenis malaikat itu pulalah yang mendorongnya.

Maka dalam hadis ini dijelaskan dengan terang bahwa nabi saw adalah terpelihara dari fitnah dan godaan bangsa jin atau apa yang dikatakan syaitan seperti yang disebutkan dalam ayat ini.

Jelasnya nabi saw adalah terpelihara dari godaan syaitan, baik pada tubuhnya, hatinya mahupun lidahnya. Hadis ini mengisyaratkan supaya setiap manusia hendaklah berjaga-jaga sedaya upaya dari fitnah, godaan dan tipu daya syaitan yang menjadi qarin atau rakan yang menemaninya pada setiap masa dan ketika.


Al A’raf Ayat 201

إِنَّ الَّذينَ اتَّقَوا إِذا مَسَّهُم طائِفٌ مِنَ الشَّيطانِ تَذَكَّروا فَإِذا هُم مُبصِرونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka disentuh oleh sesuatu imbasan hasutan dari Syaitan, mereka ingat (kepada ajaran Allah) maka dengan itu mereka nampak (jalan yang benar). “

Allah swt. menjelaskan reaksi orang-orang yang bertakwa bila kedatangan godaan syaitan. Dan ayat ini memperkuat pula ayat sebelumnya tentang keharusan kita berlindung kepada Allah swt. dari godaan syaitan.

Sesungguhnya orang yang bertakwa ialah orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan solat, menafkahkan sebahagian dari rezekinya. Bila mereka merasa ada was-was atau dorongan dalam dirinya untuk berbuat mungkar, mereka segera sedar bahwa yang demikian itu adalah godaan dari syaitan dan segeralah mereka mengucapkan doa isti'azah dan menyerahkan diri kepada Allah agar dipelihara-Nya dari tipu muslihat syaitan.

Maka berkat dari kesedaran itu mereka dapat segera sedar dan melihat jurang kebinasaan dan jaring-jaring syaitan, lalu segeralah mereka menahan diri dan berhenti agar jangan jatuh ke dalam perangkap syaitan. Sedangkan orang-orang yang telah masuk perangkap syaitan itu adalah orang yang alpa kepada Allah dan kurang mengawasi diri.

Senjata yang paling ampuh mengusir syaitan ialah ingat dan muraqabah kepada Allah swt. di dalam segala keadaan. Ingat selalu kepada Allah itu menanamkan ke dalam jiwa cinta kebenaran dan kebajikan, melemahkan kecenderungan negatif/buruk dalam jiwa. Jiwa yang dipenuhi iman ialah jiwa yang sihat sepertimana badan yang sihat yang penuh daya kekebalan. Badan yang mempunyai daya kekebalan, badan yang kuat, tidak mudah diserang penyakit. Bakteria-bakteria penyakit tidak dapat berkembang biak dalam tubuh yang penuh dengan daya kekebalan itu.

Demikianlah juga jiwa orang yang bertakwa, ia tidak mudah ditimpa was-was syaitan. Orang yang bertakwa segera peka terhadap rangsangan syaitan, hayawaniyah yang timbul dalam dirinya. Reaksi itu berupa kesedaran dan ingatan kepada Allah disertai dengan ketajaman penglihatan kepada tipu muslihat syaitan itu dengan segala akibatnya.

Memelihara jiwa yang sihat dari was-was sama halnya dengan memelihara badan yang sihat, iaitu memerlukan rawatan yang terus-menerus agar tetap bersih dan sihat, memerlukan muraqabah yang tetap, ingat kepada Allah swt. dalam segala keadaan. Dengan demikian syaitan tidak akan mendapat kesempatan untuk mengganggu diri.



Al A’raf Ayat 202

وَإِخوانُهُم يَمُدّونَهُم فِي الغَيِّ ثُمَّ لا يُقصِرونَ
Sedang saudara (pengikut) Syaitan-syaitan, dibantu oleh Syaitan-syaitan itu dalam melakukan kesesatan, kemudian mereka tidak berhenti-henti (melakukan perbuatan yang sesat lagi menyesatkan itu).

Allah menerangkan bahawa semua kawan-kawan syaitan iaitu orang jahil dan kafir membantu syaitan dalam menyesatkan dan berbuat kerusakan. Ini adalah kerana orang-orang jahil itu selalu dipengaruhi syaitan, maka mereka tidak akan ingat kepada Allah. Mereka tidak akan sedar bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah salah. Kerana itu mereka akan terus-menerus melakukan kerusakan dan bergelumang dalam kesesatan.


Al A’raf Ayat 203

وَإِذا لَم تَأتِهِم بِآيَةٍ قالوا لَولَا اجتَبَيتَها ۚ قُل إِنَّما أَتَّبِعُ ما يوحىٰ إِلَيَّ مِن رَبّي ۚ هٰذا بَصائِرُ مِن رَبِّكُم وَهُدًى وَرَحمَةٌ لِقَومٍ يُؤمِنونَ
Dan apabila engkau (wahai Muhammad) tidak membawa kepada mereka sesuatu ayat Al-Quran (sebagaimana yang mereka kehendaki), berkatalah mereka (secara mengejek): "Mengapa engkau tidak bersusah payah membuat sendiri akan ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menurut apa yang diwahyukan kepadaku dari Tuhanku. Al-Quran ini ialah panduan-panduan - yang membuka hati - dari Tuhan kamu, dan petunjuk serta menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman".

Allah swt. menerangkan tingkah laku orang-orang musyrik itu dalam usaha mereka menentang Nabi Muhammad saw. Bilamana Nabi Muhammad tidak membawakan kepada mereka ayat Alquran disebabkan kelewatan turunnya ayat selang beberapa waktu, maka orang-orang musyrikin itu mendesak Nabi Muhammad agar beliau menciptakan sendiri ayat-ayat itu. Desakan mereka itu sebenarnya mengandungi maksud untuk mengingkari Alquran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw.

Ini adalah kerana mereka memandang Alquran itu adalah ciptaan Nabi Muhammad. Dan kerana itu mereka menganggap ayat-ayat AlQuran boleh direka dan dibuat terus pada ketika itu juga. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi untuk menjelaskan kepada mereka bahawa Alquran itu adalah wahyu Allah yang diwahyukan kepadanya. Nabi hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya sahaja. Bukan haknya untuk mendesak Allah agar menciptakan sesuatu perkara. Dan nabi saw hanya dapat menunggu segala wahyu yang disampaikan kepadanya, yang akan disampaikan pula kepada umatnya.

Jika tidak ada haruslah dia berdiam diri, dan tidak boleh mengubah sendiri Alquran tersebut. Alquran itu adalah kalam Allah. Ia mempunyai tiga fungsi bagi orang-orang yang beriman sebagaimana dijelaskan Allah dalam ayat ini. iaitu :
1 . Sebagai bukti yang nyata dari Allah untuk menunjukkan keesaan-Nya, kenabian Muhammad dan hari kiamat. Siapa yang memerhatikan dan merenungkan isi Alquran, tentulah akan yakin bahwa Alquran itu dari Allah swt.
2 . Petunjuk atau pedoman yang membimbing manusia dalam mencari kebenaran dan jalan yang lurus.
3 . Sebagai rahmat dalam kehidupan manusia dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman. Alquran memberikan peraturan-peraturan dan ajaran-ajaran yang mudah difahami dan mudah dilaksanakan oleh kaum muslimin untuk kehidupan mereka sehari-hari.

 Al A’raf Ayat 204

وَإِذا قُرِئَ القُرآنُ فَاستَمِعوا لَهُ وَأَنصِتوا لَعَلَّكُم تُرحَمونَ
Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat.

Allah swt. memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Alquran. Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya bilamana Alquran diperdengarkan kepada mereka, baik mengenai bacaan atau pun isinya untuk difahami, dipetik pelajaran-pelajaran daripadanya dan diamalkan dengan segala penuh perhatian.
Sabda Rasulullah saw.:
“Barangsiapa mendengarkan (dengan penuh minat) ayat dari Alquran, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barang siapa membacanya adalah baginya cahaya di hari kiamat.”
(H.R Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah)

Hendaklah orang-orang mukmin itu berdiam diri dan bersikap tenang sewaktu Alquran dibacakan sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah fikiran mereka melayang-layang sewaktu Alquran diperdengarkan, sehingga tidak dapat memahami ayat-ayat itu dengan baik. Allah swt. akan menganugerahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan menghayati isi Alquran.

Sehubungan dengan perintah untuk mendengarkan dan berdiam diri dan bersikap tenang sewaktu Alquran dibacakan terdapat beberapa pendapat ulama:
1. Wajib mendengarkan dan bersikap tenang ketika Alquran dibacakan berdasarkan perintah tersebut, baik di dalam salat atau pun di luar salat. Demikianlah pendapat Al-Hasan Al-Basri dan Abu Muslim Al-Asfahani.
2. Wajib mendengarkan dan bersikap tenang, tetapi khusus pada bacaan-bacaan Rasul saw. di zaman beliau, dan bacaan imam dalam salat, serta bacaan khatib dalam khutbah Jumat. Mewajibkan mendengarkan dan bersikap tenang ketika Alquran dibacakan di luar salat dan khutbah adalah dianggap sangat menyulitkan, sebab hal itu dapat menghentikan kegiatan-kegiatan harian lainnya.

Adapun pembacaan Alquran pada resepsi atau pertemuan pada umumnya, bila tidak mendengarkan dan juga sambil bercakap-cakap hukumnya haram, terutama membuat suara bising dekat si pembaca.




Al A’raf Ayat 205

وَاذكُر رَبَّكَ في نَفسِكَ تَضَرُّعًا وَخيفَةً وَدونَ الجَهرِ مِنَ القَولِ بِالغُدُوِّ وَالآصالِ وَلا تَكُن مِنَ الغافِلينَ
Dan sebutlah serta ingatlah akan Tuhanmu dalam hatimu, dengan merendah diri serta dengan perasaan takut (melanggar perintahnya), dan dengan tidak pula menyaringkan suara, pada waktu pagi dan petang dan janganlah engkau menjadi dari orang-orang yang lalai.

Allah memerintahkan Rasul-Nya beserta umatnya untuk menyebut nama Allah swt. atau berzikir kepadanya. Baik zikir itu dengan membaca Alquran, tasbih, tahlil, doa atau pun pujian lain-lainnya menurut tuntunan agama. Kemudian Allah swt. menggariskan bagi kita adab dan cara berzikir atau menyebut nama Allah itu sebagai berikut:
1. Zikir itu dilakukan dalam hati kerana zikir dalam hati menunjukkan keikhlasan, jauh daripada riya dan dekat pada perkenan Allah swt.
2. Zikir itu dilakukan dengan penuh kerendahan hati (tawaduk), merasa hina di hadapan keagungan Allah swt. disertai dengan pengakuan akan keterbatasan kemampuan diri sendiri.
3. Zikir itu didorong oleh rasa takut terhadap kekuasaan Allah swt. dan kebesaran-Nya, takut kepada azab dan hukumannya kerana kurangnya amal ibadah untuk lebih merendahkan hati dl hadapan Allah swt.
4. Zikir dibaca dengan suara lembut, tidak keras kerana membaca dengan suara yang lembut itu lebih mudah untuk tafakkur dengan baik. Diriwayatkan bahwa dalam suatu perjalanan, Nabi mendengar orang berdoa dengan suara keras, berkatalah beliau kepada mereka itu:
Artinya:
"Hai manusia kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak menyeru kepada yang tuli atau yang jauh daripadamu. Sesungguhnya yang kamu seru itu adalah Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Dia lebih dekat kepadamu dari leher (unta) kendaraanmu."
(H.R Ibnu Majah)

5. Zikir itu dengan lidah, tidak hanya dengan hati saja, lidah mengucapkan dan hati mengikutinya.



 Al A’raf Ayat 206

إِنَّ الَّذينَ عِندَ رَبِّكَ لا يَستَكبِرونَ عَن عِبادَتِهِ وَيُسَبِّحونَهُ وَلَهُ يَسجُدونَ
Sesungguhnya mereka (malaikat) yang ada di sisi Tuhanmu tidak bersikap angkuh (ingkar) daripada beribadat kepadaNya, dan mereka pula bertasbih bagiNya, dan kepadaNyalah jua mereka sujud.

Allah swt. menjelaskan bahawa malaikat yang kedudukannya mulia di sisi Tuhan itu tidak pun merasa berat dan enggan menyembah Allah swt. Maka hendaklah manusia mencontohi ketaatan malaikat itu kepada Tuhan. Para malaikat itu selalu mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya, dan dari menyembah berhala-berhala. Dan para malaikat sujud dan salat kepada Allah swt.

Ayat ini termasuk ayat sajadah yang pertama dalam Alquran. Disunatkan bagi orang Islam melakukan sujud setelah membaca atau mendengar ayat ini dibacakan dengan niat mencontohi ketaatan para malaikat kepada Allah swt. Abu Darda' meriwayatkan sebagai berikut:

أنه صلى الله عليه وسلم عدها في سجدات القرآن
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw. memandang ayat ini salah satu ayat sajadah dalam Alquran.”
(H.R Ibnu Majah)

Mudah-mudahan Allah memberi kita taufik dan hidayahNya untuk beramal dengan suruhanNya sesuai dengan yang disyariatkanNya. Tuhanlah sebaik-baik pelindung dan penolong.

Sunday, March 29, 2015

Surah Al A'raf Ayat 171 - 190






Al A’raf Ayat 171

وَإِذ نَتَقنَا الجَبَلَ فَوقَهُم كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنّوا أَنَّهُ واقِعٌ بِهِم خُذوا ما آتَيناكُم بِقُوَّةٍ وَاذكُروا ما فيهِ لَعَلَّكُم تَتَّقونَ
Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika Kami mengangkat gunung (Tursina) ke atas mereka (Bani Israil) seolah-olah gunung itu awan (yang menaungi mereka) dan mereka yakin bahawa gunung itu akan jatuh menimpa mereka, (sambil Kami berfirman kepada mereka): "Terimalah dengan bersungguh-sungguh (Kitab Taurat) yang telah Kami berikan kepada kamu dan ingatlah (amalkanlah) apa yang terkandung di dalamnya, supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa"

Allah swt. mengakhiri kisah orang Yahudi dengan mengingatkan kembali peristiwa ketika mereka pertama kali menerima Taurat. Sewaktu gunung Tursina diangkat ke atas kepala mereka sehingga gunung itu bagaikan gumpalan awan yang gelap mereka melihat gunung yang terapung di udara itu akan jatuh menimpa mereka. Sedarlah mereka bahwa jika mereka menentang perintah-perintah agama, tentulah mereka akan binasa dengan ditimpakan seksaan Allah itu..
Tentang gunung diangkat di atas kepala mereka ini telah pun kita semua ketahui melalui ayat-ayat yang kita telah pelajari sebelum ini iaitu dari  Surah Al Baqarah ayat 63 dan 93, dan juga di dalam surah An Nisa ayat 153.

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil perjanjian setia kamu semasa Kami angkatkan Gunung Tursina di atas kamu (sambil Kami berfirman): "Terimalah Taurat yang telah Kami berikan kepada kamu (serta amalkanlah) dengan bersungguh-sungguh, dan ingatlah (jangan lupakan) apa yang tersebut di dalamnya, supaya kamu bertaqwa.”
(Al Baqarah : 63)

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengikat perjanjian setia dengan kamu semasa Kami angkatkan bukit Tursina itu ke atas kamu (sambil kami berfirman): "Ambilah (dan amalkanlah ajaran Kitab Taurat) yang Kami berikan kepada kamu itu dengan bersungguh-sungguh, dan dengarlah (apa yang diperintahkan kepada kamu dengan mematuhinya)". Mereka menjawab: "Kami dengar, dan kami menderhaka". Sedang kegemaran menyembah (patung) anak lembu itu telah mesra dan sebati di dalam hati mereka, dengan sebab kekufuran mereka. Katakanlah (wahai Muhammad):" Amatlah jahatnya apa yang disuruh oleh iman kamu itu kalaulah kamu orang-orang yang beriman".
(Al Baqarah : 93)

“Ahli Kitab (kaum Yahudi) meminta kepadamu (wahai Muhammad) supaya engkau menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. (Janganlah engkau merasa pelik), kerana sesungguhnya mereka telah meminta kepada Nabi Musa lebih besar dari itu. Mereka berkata: "(Wahai Musa) perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata (supaya kami dapat melihatNya dan percaya kepadaNya)". Lalu mereka disambar oleh petir dengan sebab kezaliman mereka (menderhaka kepada Allah); kemudian mereka pula menyembah (patung) anak lembu sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan (mukjizat), lalu Kami maafkan mereka dari perbuatan yang sedemikian itu (ketika mereka bertaubat). Dan Kami telah memberi kepada Nabi Musa kekuasaan yang nyata (untuk mengalahkan kaum yang kafir itu).”
(An Nisa : 153)

Menurut sebahagian ahli tafsir, memang gunung itu sendiri yang diangkat oleh malaikat Jibrail dan setengah ahli tafsir lagi, gunung tidak diangkat, ianya tetap tinggi, dan jika terjadi gempa bumi tahulah mereka bahawa kalau Allah menghendaki, dalam sesat seketika saja gunung itu boleh menimpa mereka.

Ini bermakna dengan mengancamkan gunung itu mereka diberi peringatan, kalau mereka masih tidak peduli juga akan perintah Allah yang termaktub di dalam kitab taurat, maka mereka akan dihancurkan dengan menimpakan gunung Tursina itu kepada mereka.

Perkara ini disuruh kembali kepada Nabi Muhammad saw untuk mengingatkan juga kepada penduduk Mekah, sebagai kiasan bagi mereka bahwa Allah pernah memberi ancaman keras kepada Bani Israel kerana kelalaian dan keingkaran mereka. Ini adalah supaya penduduk Mekah tersebut dapat mengerti bahwa Allah berupaya membuat yang sedemikian rupa kepada mereka juga. Ini adalah sebagai peringatan kepada seluruh umat Nabi Muhammad samada penduduk Mekah pada zaman itu mahupun kepada kita di zaman ini dan di zaman akan datang. Ini adalah kerana kalau mengikut ayat 158 yang kita belajar sebelum ini , Allah telah menyuruh Nabi Muhammad menyampaikan kepada seluruh manusia, bahawa Nabi Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya.

Nabi Muhammad saw disuruh mengingatkan kembali bagaimana kaum Bani Israel itu diancam akan ditimpa atau dihimpit dengan gunung, kalau mereka masih lagi memegang kepada kitab Taurat dengan cara acuh tak acuh. Kitab Taurat itu harus dipegang teguh dengan kuat, dan dengan semangat dan kesedaran.

Pengajaran Dari Ayat yang berkisar tentang kisah Nabi Musa dan Kaum Bani Israel
Kita perlu faham bahwa kisah Nabi Musa dan kaum Bani Israel ini dipaparkan kepada kita, bukanlah untuk mencanangkan bahwa ianya mengenai orang Yahudi saja. Dan harus diiingat juga, sebab-sebab mereka ditimpakan azab tanpa henti sehingga di dalam satu ayat ada diterangkan pula bahwa Allah telah menyediakan manusia-manusia untuk menindas Yahudi ini sampai ke hari kiamat, semua ini bukanlah tanpa sebab. Jangan juga kita menilik bahwa Yahudi ini ditimpakan azab tanpa menceritakan kenapa azab tersebut ditimpakan kepada mereka. Kerana sebab-sebab itu telah diterangkan pada tiap-tiap ayat yang berkait.

Penduduk tepi laut ditakdirkan menjadi monyet, kerana mereka telah melanggar perintah Allah supaya beristirehat di hari Sabtu. Penduduk lain diancam akan dihimpit dengan gunung kerana mereka mengamalkan kitab taurat dengan cara acuh tak acuh. Mana kala yang lain pula, berpecah belah sesama mereka. Ini adalah kerana mereka saling merasa diri mereka lebih tinggi sebagai umat pilihan Allah, sehingga kalau mereka membuat dosa pun, mereka merasa yang mereka akan segera diampuni.

Dalam pada itu, di dalam Al Quran juga ada mengatakan bahwa tidak semua Yahudi itu jahat, ada juga yang baik dan soleh. Oleh sebab itu jelaslah sekarang bahwa soal ini bukan kerana soal Yahudi dihina oleh Allah sewenang-wenangnya sahaja, kerana Allah tidaklah zalim kepada hambaNya.

Jadi ayat-ayat ini memberi peringatakn kepada umat Nabi Muhammad supaya jangan mereka menempuh jalan salah yang ditempuhi oleh kaum Bani Israel atau Yahudi itu. Kalau ditempuh jalan yang salah juga, tentulah nasib mereka akan menjadi seperti nasib Yahudi itu juga.

Jangan merasa kalau kita telah bernama Islam, lahir dalam kalangan Islam maka kita sudah jadi lebih mulia dari segala manusia di dunia ini, padahal cara hidup Islam itu sendiri tidak kita amalkan. Jangan sampai AlQuran dibaca, dilagukan, membaca Yasin tiap-tiap malam jumaat, baca Al mulk, surah Al Kahfi tiap-tiap malam jumaat, padahal isinya tidak dijadikan pedoman hdup kita. Jangan sampai peraturan Allah yang jelas itu kita putarbelitkan, kita helah-helahkan kerana inginkan keuntungan dunia yang sedikit cuma. Kerana dengan berbuat demikian, kita juga akan disumpah menjadi monyet. Jangan juga sampai AlQuran itu dipegang dengan acuh tak acuh, tidak menjadi amalan hidup sehari-hari kerana dengan demikian alam ini akan dijadikan Allah sebagai bencana kepada kita sehingga gunung akan menimpa kita.

Sebab itu maka segala kisah Yahudi di dalam Al Quran, baik surah yang turun di Mekah mahupun di Madinah adalah peringatan untuk kita semua umat yang datang di belakang. Segala apa yang menimpa orang terdahulu adalah menjadi peringatan kepada kita orang terkemudian. Boleh lah kita merenung betapa nasib mujur dan nasib malang yang menimpa kaum muslimin abad demi abad setelah kedatangan Rasulullah saw.




 Al A’raf Ayat 172

وَإِذ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَني آدَمَ مِن ظُهورِهِم ذُرِّيَّتَهُم وَأَشهَدَهُم عَلىٰ أَنفُسِهِم أَلَستُ بِرَبِّكُم ۖ قالوا بَلىٰ ۛ شَهِدنا ۛ أَن تَقولوا يَومَ القِيامَةِ إِنّا كُنّا عَن هٰذا غافِلينَ
Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun-temurun) dari (tulang) belakang mereka, dan Ia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri, (sambil Ia bertanya dengan firmanNya): "Bukankah Aku tuhan kamu?" Mereka semua menjawab: "Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi". Yang demikian supaya kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak: "Sesungguhnya kami adalah lalai (tidak diberi peringatan) tentang (hakikat tauhid) ini".

Dalam ayat ini Allah menyuruh Rasul-Nya menerangkan tentang suatu janji yang telah dibuat pada waktu manusia dikeluarkan dari sulbi orang tua mereka, keturunan demi turunan, iaitu janji Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah swt. menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan keesaan-Nya, keajaiban proses penciptaan dari setitis air mani hingga menjadi manusia bertubuh sempurna dengan akal fikiran yang sihat.

Berkata Allah swt. kepada roh manusia, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Penciptaan diri manusia penuh dengan keistimewaan dan keajaiban. Bukankah Aku yang memelihara pertumbuhan manusia tanpa campur tangan orang lain dalam perawatan manusia itu ketika dalam rahim? Maka menjawablah roh manusia, "Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami telah menyaksikan." Jawaban ini merupakan pengakuan roh manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa yang tiada Tuhan lain yang patut disembah kecuali Dia.

Dengan ayat ini Allah swt. bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahawa hakikat kejadian manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari sulbi orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah swt. pada kejadian mereka sendiri.
Allah swt. berfirman pada ayat lain:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.”
(Q.S Ar Rum: 30)

Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid, Rasulullah saw. bersabda:
“Tak seorang pun yang dilahirkan kecuali menurut fitrah; kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang sempurna telinganya. Adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?”
H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Sabda Rasulullah saw. dalam hadis Qudsi:
“Berfirman Allah Taala, "Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan-setan dan memalingkan mereka dari agama (tauhid) mereka, maka haramlah atas mereka segala sesuatu yang telah Kuhalalkan bagi mereka.”
H.R Bukhari dari Iyad bin Himar.

Penolakan terhadap ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi saw itu sebenarnya adalah perbuatan yang berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Kerana itu maka tidaklah benar yang manusia pada hari kiamat nanti mengajukan alasan bahwa mereka alpa tak pernah diingatkan untuk mengesakan Allah swt. Fitrah mereka sendiri dan ajaran Nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menuruti seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik.




 Al A’raf Ayat 173

أَو تَقولوا إِنَّما أَشرَكَ آباؤُنا مِن قَبلُ وَكُنّا ذُرِّيَّةً مِن بَعدِهِم ۖ أَفَتُهلِكُنا بِما فَعَلَ المُبطِلونَ
Atau supaya kamu tidak mengatakan:" Sesungguhnya ibu bapa kamilah yang melakukan syirik dahulu sedang kami ialah keturunan (mereka) yang datang kemudian daripada mereka. Oleh itu, patutkah Engkau (wahai Tuhan kami) hendak membinasakan kami disebabkan perbuatan orang-orang yang sesat itu?"

Kemudian ayat ini Allah menegaskan lagi bahwa janganlah nanti orang kafir itu akan menyalahkan nenek moyang mereka kerana telah mengajarkan perkara-perkara musyrik itu kepada mereka dan mereka pun mengamalkannya. Dan mereka mengatakan bahwa ianya adalah sebagai sebuah pusaka warisan saja. Jadi kenapa pula mereka yang terpaksa menerima dan memikul kesalahan yang berasal dari nenek moyang mereka.

Allah mengatakan pada ayat ini sekali lagi, bahwa maksud Allah menyebut di ayat yang terdahulu bahawa tiap jiwa telah dikeluarkan dari tulang punggung ayahnya dan ditanya bukankah Aku ini Tuhanmu? lalu dia menjawab, ‘Memang!’ Ialah supaya jangan terjadi jawapan lain diberikan nanti oleh anak cucu kerana kesalahan ayah dan nenek moyang mereka. Sebab anak cucu itu sendiri berfitrah dan berakal sepertimana lain. Diberi sendiri-sendiri oleh Allah, sehingga tiada lagi alasan yang boleh mereka beriakn bahwa mereka tidak bersalah kalau mereka telah menyekutukan Allah hanya kerana ianya adalah warisan. Ini adalah kerana mereka sendiri telah diberi akal oleh Allah, telah lebih dahulu berjanji dan naik saksi di hadapan Allah sebelum mereka hadir ke bumi. Jadi maknanya mereka sendirilah yang memilih hala tuju mereka sendiri bukannya dipengaruhi oleh warisan pusaka nenek moyang mereka semata-mata.  



 Al A’raf Ayat 174

'وَكَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الآياتِ وَلَعَلَّهُم يَرجِعونَ
Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat keterangan Kami satu persatu (supaya nyata segala kebenaran), dan supaya mereka kembali (kepada kebenaran).

Allah mengemukakan ayat-ayat ini, yang di sini bererti keterangan dari dalil, maksudnya ialah supaya orang-orang yang telah tersesat atau salah faham itu kembali ke jalan yang benar. Supaya mereka jangan berkata bahawa agama itu tidak ada, sebab di dalam sanubari mereka sendiri sejak lahir ke dunia perasaan tentang adanya Tuhan itu telah ada. cuma ianya telah dikaburi oleh tipudaya syaitan, pertentangan hawa nafsu dengan jiwa yang murni di dalam diri. Dan janganlah pula agama itu hanyalah sebagai taklid semata-mata kepada yang diwarisi dari nenek moyang, sebab jiwa murni itu sendiri tetap akan membantah perbuatan yang salah dek kerana kita semua telah dikurniakan akal.





Al A’raf Ayat 175

وَاتلُ عَلَيهِم نَبَأَ الَّذي آتَيناهُ آياتِنا فَانسَلَخَ مِنها فَأَتبَعَهُ الشَّيطانُ فَكانَ مِنَ الغاوينَ'
Dan bacakanlah kepada mereka (wahai Muhammad), khabar berita seorang yang kami beri kepadanya (pengetahuan mengenai) ayat-ayat (Kitab) Kami. kemudian ia menjadikan dirinya terkeluar dari mematuhinya, lalu ia diikuti oleh Syaitan (dengan godaannya), maka menjadilah dari orang-orang yang sesat. “ (175)

Allah telah menerangkan pada ayat-ayat yang terdahulu tentang perjanjian anak Adam semasa permulaan kejadiannya untk memberikan ikrar dan penyaksian bahwa Tuhan mereka adalah Allah. Sehingga di akhirat nanti siapa yang menyekutukan Allah tidak akan boleh berdalih untuk mengatakan ia tidak tahu menahu tentang hal itu atau hanya mengikut-ikut  sahaja perbuatan nenek moyangmereka yang telah tersesesat.

Maka pada ayat 175 ini diterangkan oleh Allah pula tentang gambaran orang yang mendustakan tanda-tanda keterangan-keterangan Allah yang diturunkan kepada utusanNya, walhal keterangan-keterangan tersebut berdasarkan dalil-dalil yang diterima akal dan mengandungi bukti kejadian. Orang yang digambarkan itu sebenarnya bukanlah jahil atau tidak tahu. Malahan ianya orang yang berilmu dan pandai pula berhujah dengan ilmunya. Akan tetapi apa yang diamalkannya semuanya bertentangan dengan ilmunya, yang bermakna ilmunya itu telah tidak diamalkannya. Ilmu yang tidak diamalkannya, ibarat pakaian yang telah dilucutkan, sehingga orang itu umpamanya ibarat seekor ular yang telah bertukar kulit, iaitu keluar dari kelongsongnya.

Orang tersebut bila ilmunya telah terlucut dari dirinya atau telah meninggalkannya, maka segeralah datang syaitan mendapatkannya untuk menjadi kawan. Syaitan itu akan membisikkan segala macam bisikan yang indah-indah ke dalam hatinya dan menggodanya dengan tipu daya yang mempesonakan dirinya untuk melakukan maksiat dan kederhakaan. Oleh kerana tidak ada lagi cahaya petunjuk yang menerangi hatinya, akhirnya hiduplah ia dalam kesesatan lagi menyesatkan.

Ayat ini menerangkan bahawa Allah telah menyuruh RasulNya Nabi Muhammad saw supaya membacakan berita atau menceritakannya kepada orang-orang Yahudi mengenai orang tersebut. Mengikut riwayat Mufassirin, orang yang diceritakan itu bernama Umaiyah bin Abis Salt, seorang penyair berbangsa Arab menjelang kebangkitan Islam. Dia mempelajari Kitab-kitab suci dan mengetahui bahwa Allah akan mengutus seorang rasul pada waktu itu. Dia mengharap-harap dialah yang menjadi rasul. Tetapi tatkala Allah swt. membangkitkan Muhammad saw. menjadi rasul, dia merasa iri hati. Kemudian dia mati dalam keadaan kafir tidak beriman kepada Muhammad saw. Dialah yang dikatakan oleh Rasulullah saw., "Sesungguhnya syairnya beriman kepada Tuhan tetapi hatinya kafir." Maksudnya syair ciptaannya seperti syair orang-orang beriman, kerana dalam syairnya dia menegaskan adanya Tuhan dan menerangkan bukti-bukti keesaan-Nya.




Al A’raf Ayat 176

وَلَو شِئنا لَرَفَعناهُ بِها وَلٰكِنَّهُ أَخلَدَ إِلَى الأَرضِ وَاتَّبَعَ هَواهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الكَلبِ إِن تَحمِل عَلَيهِ يَلهَث أَو تَترُكهُ يَلهَث ۚ ذٰلِكَ مَثَلُ القَومِ الَّذينَ كَذَّبوا بِآياتِنا ۚ فَاقصُصِ القَصَصَ لَعَلَّهُم يَتَفَكَّرو
““Dan kalau Kami kehendaki nescaya Kami tinggikan pangkatnya dengan (sebab mengamalkan) ayat-ayat itu. Tetapi ia bermati-mati cenderung kepada dunia dan menurut hawa nafsunya; maka bandingannya adalah seperti anjing, jika engkau menghalaunya: ia menghulurkan lidahnya termengah-mengah, dan jika engkau membiarkannya: ia juga menghulurkan lidahnya termengah-mengah. Demikianlah bandingan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu supaya mereka berfikir.”

Allah menyatakan bahwa kalau Dia menghendaki nescaya orang yang didatangkan keterangan-keterangan kepadanya itu ditinggikan darjat dan kedudukannya, disebabakan orang itu sentiasa beramal dengan ilmunya. Tetapi sayang, rupanya orang itu lebih cenderung hatinya kepda dunia dan lebih tertarik untuk menunaikan tuntutan hawa nafsunya maka rugilah ia di dunia dan di akhirat.

Ayat ini adalah ayat yang paling berat ditujukan kepada para ulamak yang mempergunakan ilmunya untuk kepentingan dunianya dan kepuasan hawa nafsunya, mengingat kepada kisah yang diceritakan dahulu kepada seseorang yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah dan diajarkannya pula al-Ismul A’dzom, tetapi rupa-rupanya orang itu lebih tertarik untuk mementingkan dunianya dan memuaskan hawa nafsunya dari kepentingan akhiratnya lalu Allah mencabut kembali yang diberikan itu sehingga agamanya pun terlucut dan rugilah ia di dunia dan di akhirat.

Orang yang diceritakan itu diumpamakan dalam ayat ini seolah-olahnya seperti seekor anjing yang terjelir-jelir lidahnya iaitu perumpamaan yang amat rendah dan hina. Memanglah tabiat anjing selalu terjelir-jelir lidahnya, baik dia dikerasi orang dengan menghalaunya mahupun didiamkan sahaja tidak diapa-apakan, ia tetap menjelirkan juga lidahnya. Maka orang yang dikurniakan ilmu dan pimpinan agama yang kedua-dua pemberian ini jika tetap diamalkan dapat menjaminya dari keinginan hati dan tamakkan kemewahan dunia yang bersifat memperdaya. Tetapi kemudian terbalik pula, lalu memburu dan mengejar-ngejar kemewahan tersebut. Adalah ia diibaratkan seperti anjing yang menjelir-jelir lidahnya. Kalau dinasihati ia tetap tamak juga dan kalau dibiarkan pun tetap ia tamak juga.

Perumpamaan itu tadi, serupalah dengan perumpamaan kaum yang mendustakan keterangan-keterangan Allah. Maka nabi saw disuruh oleh Allah supaya menceritakannya kepada kaumnya, mudah-mudahan mereka memikirkannya, untuk menjadi contoh dan iktibar.




Al A’raf Ayat 177

ساءَ مَثَلًا القَومُ الَّذينَ كَذَّبوا بِآياتِنا وَأَنفُسَهُم كانوا يَظلِمونَ
Amatlah buruknya bandingan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka pula berlaku zalim kepada diri merela sendiri.

Pada ayat ini Allah swt. menegaskan lagi betapa buruknya perumpamaan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka disamakan dengan anjing baik kerana kesamaan kelemahan keduanya iaitu mereka tetap dalam kesesatan walaupun diberi peringatan atau tidak diberi peringatan. Atau kerana kesamaan kebiasaan keduanya. Anjing itu tidak mempunyai cita-cita kecuali keinginan mendapat makanan dan kepuasan.

Siapa saja yang meninggalkan ilmu dan iman lalu menjurus kepada hawa nafsu, maka dia serupa dengan anjing. Orang yang demikian tidak akan dapat merenungi dan mengenali tentang kebenaran dan orang yang demikian itu sebenarnya menganiaya dirinya sendiri.




Al A’raf Ayat 178

مَن يَهدِ اللَّهُ فَهُوَ المُهتَدي ۖ وَمَن يُضلِل فَأُولٰئِكَ هُمُ الخاسِرونَ
Sesiapa yang diberi petunjuk oleh Allah (dengan sebab persediaannya) maka dia lah yang beroleh petunjuk; dan sesiapa yang disesatkan oleh Allah (dengan sebab keingkarannya) maka merekalah orang-orang yang rugi.

Sesiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tentulah mudah melaksanakan kewajipan dengan sempurna, kerana menggunakan akal fikirannya yang dibekalkan oleh Allah kepadanya dan digunakan dengan sebaik-baiknya. dialah sebenarnya orang yang mendapat petunjuk dan berakhir dengan keuntungan iaitu akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Ayat ini menjadi dalil, bahwa Allah itulah yang memberi petunjuk kepada seseorang, dan berkuasa pula menyesatkannya. Iaitu siapa yang percaya kepadaNya tentulah ditunjukiNya dan yang ingkat disesatkanNya. 




 Al A’raf Ayat 179

وَلَقَد ذَرَأنا لِجَهَنَّمَ كَثيرًا مِنَ الجِنِّ وَالإِنسِ ۖ لَهُم قُلوبٌ لا يَفقَهونَ بِها وَلَهُم أَعيُنٌ لا يُبصِرونَ بِها وَلَهُم آذانٌ لا يَسمَعونَ بِها ۚ أُولٰئِكَ كَالأَنعامِ بَل هُم أَضَلُّ ۚ أُولٰئِكَ هُمُ الغافِلونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai.

Allah memberitahukan sesungguhnya Allah telah menjadikan neraka jahanam itu adalah untuk menjadi tempat tinggal kebanyakan bangsa jin dan manusia. mereka yang ditempatkan di dalam neraka Jahannam itu adalah dari golongan yang telah termaktub di dalam azali dan ditetapkan pula nasibnya yang celaka. Orang yang dijadikan Allah untuk menjadi pengisi neraka, tiada jalan baginya untuk mengelakkannya.

Ayat ini menjadi dalil yang dapat dipegang oleh golongan Ahli Sunnah, bahwa Allahlah yang menjadikan segala amalan anak Adam, samada baik mahupun jahat. Kerana Allah berterang-terangan mengatakan yang Allah telah menjadikan kebanyakan jin dan manusia itu untuk menjadi pengisi neraka dengan tidak pula menambah keterangannya.

Kita telah maklum bahwa tiap-tiap manusia yang berakal tentulah tidak akan memilih neraka untuk menjadi tempat tinggalnya, tetapi manakala ada manusia yang mengerjakan amalan yang menyebabkan ia masuk ke neraka, tahulah kita bahwa di sana ada suatu kuasa yang memaksanya untuk berbuat demikian, iaitu Allah Yang Maha Kuasa.

Kesimpulannya manusia itu semuanya diberi persediaan, dan dengannyalah ia memilih mana-mana amalan yang disukainya samada amalan yang membawa ke syurga atau ke neraka dan semua amalannya itu Allah yang menjadikannya.

“....dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah),”
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami keterangan-keterangan Allah dan memikirkan kebaikan serta petunjuk yang ada di dalamnya seperti terutusnya rasul dan kebenaran agama Islam yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan manusia, bahkan mereka berpaling dari kebenaran itu dan enggan untuk menerimanya. Mereka hanya memahami apa yang menjadi kepentingan hidup mereka di dunia sahaja.

“....dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah)....”
Mereka ada mempunyai mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat kejadian dan keajaiban alam yang menunjukkan tentang keesaan Allah dan kekuasaanNYa di dalam mencipta dan mengatur alam sehingga semuanya berjalan dengan sempurna dengan tidak ada cacat celanya. Tetapi semuanya itu telah tidak menjadi perhatian, bahkan yang mereka lihat ialah perkara-perkara yang keji, kotor dan maksiat untuk memuaskan hawa nafsu mereka sahaja.

“....yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat);..”
Mereka ada mempunyai telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar keterangan-keterangan yang berharga dari kandungan ayat-ayat Al Quran dan hadis tidak untuk mendengar nasihat-hasihat yang baik dariapda ulamak-ulamak dan cerdik pandai, dan tidak untuk mendengar pengajaran-pengajaran yang berguna bagi kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

“....mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai.”“
Orang-orang yang dijadikan untuk menjadi pengisi neraka Jahannam itu ialah mereka yang telah ditetapkan nasibnya sejak azali, hal keadaan mereka itu samalah seperti binatang ternak yang tidak berakal dan tidak memahamkan sesuatu dengan sempurna. Nisbah manusia dengan binatang pada penglihatan dan pendengarannya adalah sama. Manusia dapat melihat, binatang pun dapat melihat. Manusia dapat mendengar, binatang pun dapat mendengar. Tetapi kelebihan manusia dariapda binatang ialah terletak pada akal dan hatinya yang dapat memahamkan tentang perbezaan antara perkara yang benar dengan yanga salah. Yang baik dengan yang buruk. Dan antara yang membawa manafaat dengan yang mendatangkan mudharat. Kalau seorang manusia tidak dapat membeza atau membandingkan antara kedua-dua perkara yang berlawanan itu, maka tidak ubahlah ia sepertimana binatang.

Sedangkan binatang ternak masih juga faham tentang setengah-setengah perkara yang mungkin membahwayakan dirinya lalu ia menjauhinya, begitu pula setengah-setengah perkara yang mendatang faedah kepadanya lalu dihampirinya. Tetapi bagi orang yang kufur dan ingkar, mereka itu tetap tidak mahu memahaminya. Sikap mereka itu menunjukkan bahwa mereka lebih sesat lagi dari binatang. Itulah perumpamaan orang-orang yang dibebani kewajipan syarak, sebagaimana sifatnya makhluk yang mesti tunduk, tetapi telah cuai, lalai, dan mensia-siakan tugasnya.




 Al A’raf Ayat 180

وَلِلَّهِ الأَسماءُ الحُسنىٰ فَادعوهُ بِها ۖ وَذَرُوا الَّذينَ يُلحِدونَ في أَسمائِهِ ۚ سَيُجزَونَ ما كانوا يَعمَلونَ
 Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik (yang mulia), maka serulah (dan berdoalah) kepadaNya dengan menyebut nama-nama itu, dan pulaukanlah orang-orang yang berpaling dari kebenaran dalam masa menggunakan nama-namaNya. Mereka akan mendapat balasan mengenai apa yang mereka telah kerjakan. “

Allah menyatakan bahwa Allah mempunyai nama-nama yang terbaik, dan manusia dianjurkan supaya menggunakan nama-nama yang baik sahaja semasa memanggil atau menyeruNya samada dalam masa berdoa atau berzikir dan seumpamanya sebagai tanda memuliakan dan membesarkan Allah.

Di dalam Al Quran ada empat surah yang menyebutkan demikian iaitu:
1 . Surah Al A’raf ayat 180
2 . surah Al Isra ayat 110
3 . Surah Taha ayat 8
4 . Surah al- Hasyr ayat 24

Ayat 180 memberi pengertian bahwa nama-nama Allah yang suci itu semuanya baik belaka. Dan ini tidaklah bermakna bahwa nama-nama Allah ada juga yang memberi makna yang tidak baik melainkan baik belaka.
Dari Abu Hurairah hadith Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama seratus kurang satu, barangsiapa menghafalnya masuklah dia ke syurga. “
(H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Jumlah sembilan puluh sembilan itu tidaklah bermakna  adanya batas jumlah. Sesungguhnya nama Allah itu tidaklah terbatas. Dalam AlQuran nama Allah lebih dari jumlah angka tersebut. Nama-nama itu merupakan sifat dari zat Allah Yang Maha Esa, bukan zat Tuhan yang dikira orang musyrikin.

Ada riwayat dari Muqatil mengatakan bahwa seorang laki-laki berdoa sesudah salat dan mengucapkan, "Wahai Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang)." Maka berkatalah sebahagian orang musyrikin, "Sesungguhnya Muhammad dan pengikutnya mengatakan bahwa mereka menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi mengapa laki-laki itu berdoa kepada dua Tuhan (Allah dan Ar-Rahman)." Maka kemudian turunlah ayat ini.

Mengenai Asma'ul Husna yang sembilan puluh sembilan itu diriwayatkan oleh Imam At- Tirmizi dan Hakim dari jalan (sanad) Al-Walid bin Muslim sebagai berikut:
1 al-Rahman -  الرحمن - Maha Pengasih
2 al-Rahim -  الرحيم - Maha Penyayang
3 al-Malik -  الملك  - Maha Merajai/Memerintah
4 al-Quddus القدوس Maha Suci
5 al-Salam السلام Maha Memberi Kesejahteraan
6 al-Mukmin المؤمن Yang Memberi Keamanan
7 al-Muhaimin المهيمن Maha Pemelihara
8 al-Aziz العزيز Maha Gagah
9 al-Jabbar الجبار Maha Perkasa
10 al-Mutakabbir المتكبر Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 al-Khaliq الخالق Maha Pencipta
12 al-Barik البارئ Yang Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 al-Musawwir المصور Yang Membentuk Rupa (makhluknya)
14 al-Ghaffar الغفار Maha Pengampun
15 al-Qahhar القهار Yang Memaksa
16 al-Wahhab الوهاب Maha Pemberi Kurnia
17 al-Razzaq الرزاق Maha Pemberi Rejeki
18 al-Fattah الفتاح Maha Pembuka Rahmat
19 al-Alim العليم Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 al-Qabid القابض Yang Menyempitkan (makhluknya)
21 al-Basit الباسط Yang Melapangkan (makhluknya)
22 al-Khafid الخافض Yang Merendahkan (makhluknya)
23 al-Rafik الرافع Yang Meninggikan (makhluknya)
24 al-Muiz المعز Yang Memuliakan (makhluknya)
25 al-Muzil المذل Yang Menghinakan (makhluknya)
26 al-Samik السميع Maha Mendengar
27 al-Basir البصير Maha Melihat
28 al-Hakam الحكم Maha Menetapkan
29 al-Adl العدل Maha Adil
30 al-Latif اللطيف Maha Lembut
31 al-Khabir الخبير Maha Mengetahui Rahasia
32 al-Halim الحليم Maha Penyantun
33 al-Azim العظيم Maha Agung
34 al-Ghafur الغفور Maha Pengampun
35 al-Syakur الشكور Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 al-Ali العلى Maha Tinggi
37 al-Kabir الكبير Maha Besar
38 al-Hafiz الحفيظ Maha Menjaga
39 al-Muqit المقيت Maha Pemberi Kecukupan
40 al-Hasib الحسيب Maha Membuat Perhitungan
41 al-Jalil الجليل Maha Mulia
42 al-Karim الكريم Maha Pemurah
43 al-Raqib الرقيب Maha Mengawasi
44 al-Mujib المجيب Maha Mengabulkan
45 al-Wasik الواسع Maha Luas
46 al-Hakim الحكيم Maka Bijaksana
47 al-Wadud الودود Maha Pencinta
48 al-Majid المجيد Maha Mulia
49 al-Bais الباعث Maha Membangkitkan
50 al-Syahid الشهيد Maha Menyaksikan
51 al-Haq الحق Maha Benar
52 al-Wakil الوكيل Maha Memelihara
53 al-Qawi القوى Maha Kuat
54 al-Matin المتين Maha Teguh
55 al-Wali الولى Maha Melindungi
56 al-Hamid الحميد Maha Terpuji
57 al Muhsi المحصى Maha Menghitung
58 al-Mubdik المبدئ Maha Memulai
59 al-Muid المعيد Maha Mengembalikan Kehidupan
60 al-Muhyi المحيى Maha Menghidupkan
61 al-Mumit المميت Maha Mematikan
62 al-Hai الحي Maha Hidup
63 al-Qayyum القيوم Maha Mandiri
64 al-Wajid الواجد Maha Penemu
65 al-Majid الماجد Maha Mulia
66 al-Wahid الواحد Maha Esa
67 al-Ahad الاحد Maha Esa
68 al-Samad الصمد Tempat Meminta
69 al-Qadir القادر Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 al-Muqtadir المقتدر Maha Berkuasa
71 al-Muqaddim المقدم Maha Mendahulukan
72 al-Muakhir المؤخر Maha Mengakhirkan
73 al-Awwal الأول Maha Awal
74 al-Akhir الأخر Maha Akhir
75 al-Zahir الظاهر Maha Nyata
76 al-Batin الباطن Maha Ghaib
77 al-Wali الوالي Maha Memerintah
78 al-Mutaali المتعالي Maha Tinggi
79 al-Bar البر Maha Penderma
80 al-Tawwab التواب Maha Penerima Taubat
81 al-Muntaqim المنتقم Maha Penyiksa
82 al-Afu العفو Maha Pemaaf
83 al-Rauf الرؤوف Maha Pengasih
84 Malik al-Mulk مالك الملك Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Zu al-Jalal wa al-Ikram ذو الجلال و الإكرام Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 al-Muqsit المقسط Maha Adil
87 al-Jamik الجامع Maha Mengumpulkan
88 al-Ghani الغنى Maha Berkecukupan
89 al-Mughni المغنى Maha Memberi Kekayaan
90 al-Manik المانع Maha Mencegah
91 al-Dar الضار Maha Memberi Derita
92 al-Nafik النافع Maha Memberi Manfaat
93 al-Nur النور Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 al-Hadi الهادئ Maha Pemberi Petunjuk
95 al-Badik البديع Maha Pencipta
96 al-Baqi الباقي Maha Kekal
97 al-Waris الوارث Maha Pewaris
98 al-Rasyid الرشيد Maha Pandai
99 al-Sabur الصبور Maha Sabar

Allah swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar mereka meninggalkan perilaku orang-orang yang memesongkan makna  nama-nama Allah swt. dan pengertian yang benar, misalnya dengan memberikan takwil atau memutar-belitkan pengertian sehingga mengaburkan kesempurnaan yang mutlak dari sifat-sifat Allah swt. Mereka yang berbuat demikian kelak akan ditimpa azab Allah swt.

Pemesongan atau penyelewengan dari nama-nama Allah Yang Maha Sempurna itu ada banyak bentuk caranya. Di antara lain ialah:
1. Memberikan nama kepada Allah swt. dengan nama yang tidak ada terdapat dalam AlQuran atau pun dalam hadis Rasulullah saw. yang sahih. Semua ulama bersepakat bahawa nama dan sifat Allah itu harus didasarkan atas penjelasan Alquran dan hadis Rasulullah saw. Tidak dibenarkan memberi nama kepada Allah swt. dengan nama yang dilarang oleh syara'.
2. Menolak nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Allah swt. untuk zat-Nya, atau menolak untuk menisbahkan suatu perbuatan (faal) kepada Allah swt. kerana memandang yang demikian itu tidak patut bagi kesucian-Nya atau mengurangi kesucian-Nya. Mereka yang menolak ini memandang diri mereka seolah-olah lebih mengetahui dari Allah dan Rasul-Nya, mana yang layak dan mana yang tidak bagi Allah swt.
3. Menamakan sesuatu selain Allah swt. dengan nama yang hanya layak bagi Allah swt.
4. Memutar-belitkan nama dan sifat-sifat Allah swt. dengan memberikan tafsiran-tafsiran sehingga keluar dari pengertian dan maksud yang sebenarnya, seperti fahaman yang menggambarkan sifat-sifat Allah swt. seperti sifat seorang manusia, seperti mendengar, melihat, berkata-kata, punya muka, tangan, kaki, tertawa, marah, senang dan sebagainya. Atau pun maksud yang memberikan tafsiran terhadap sifat-sifat Allah swt. sedemikian rupa sehingga sifat Allah swt. itu seperti tidak ada.
5. Mempersekutukan Allah dengan sembahan selain Allah dalam segi nama yang khusus untuk Allah swt. Seperti memakai lafaz Allah digunakan untuk sebuah berhala atau kata Rabbul Alamin.





Al A’raf Ayat 181

وَمِمَّن خَلَقنا أُمَّةٌ يَهدونَ بِالحَقِّ وَبِهِ يَعدِلونَ
“Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan itu, ada satu umat yang memberi petunjuk dengan kebenaran, dan dengannya mereka menjalankan keadilan.


Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dia juga ada mencipta suatu umat yang besar jumlahnya untuk menempati syurga. Mereka terdiri atas umat-umat dan suku-suku yang berjuang untuk membimbing manusia ke jalan yang benar serta mendidik mereka berpendirian teguh. Mereka menegakkan keadilan dan kebenaran yang telah ditetapkan Allah swt. dan tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali jalan Allah itu. Mereka inilah umat Nabi Muhammad saw. Berkata Rasulullah saw. berhubungan dengan ayat ini:
“Inilah umatku dengan kebenaran mereka memerintah, menetapkan keputusan-keputusan, mengambil (hak mereka) dan memberikan (hak orang lain).”
(H.R Bukhari dan Muslim dalam Sahihain)


Berkata lagi Rasulullah saw.:
“Senantiasa ada segolongan umatku yang menegakkan kebenaran, siapa yang menghina mereka dan menentang mereka tidaklah dapat menyusahkan mereka sehingga hari kiamat.”
(H.R Jair, Ibnu Munzir, Abu Syaikh, dari Ibnu Juraij)


Dari hadis-hadis ini dapat dibuat kesimpulan bahwa setiap masa dan zaman, tidaklah sunyi di dunia ini dari adanya golongan yang mendapat petunjuk dari Allah untuk menegakkan kebenaran dan mempertahankan keadilan.







Al A’raf Ayat 182

وَالَّذينَ كَذَّبوا بِآياتِنا سَنَستَدرِجُهُم مِن حَيثُ لا يَعلَمونَ
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, Kami akan menarik mereka sedikit demi sedikit (ke jurang kebinasaan), menurut cara yang mereka tidak mengetahuinya.


Dalam ayat ini Allah juga menerangkan bahawa orang-orang yang mendustakan ayat Allah di dalam perbuatan dan juga dengan mulut mereka, Allah akan menjatuhkan mereka di dalam kebinasaan dengan tidak semena-mena dan tidak setahu mereka.


Menurut tafisr Ibnu Katsir, maksud ayat ini ialah bahwa Allah akan bukakan kepada segala pintu rezeki dan segala wajah penghidupan di dunia ini, dan mereka akan menyangka bahwa mereka telah sampai kepada sesuatu yang menjadi tempat tuju mereka. Akan tetapi setelah mereka diberi segala kesempatan yang sesuai dengan selera mereka, dan apabila mereka telah capai kepuncak yang menjadi idaman mereka, dan mereka terus-terusan melupakan Allah, pada masa itulah nanti  mereka kelak akan dihancurkan.
Bersesuaian dengan firman Allah di dalam surah Al An’am ayat 44 dan 45 yang bermaksud :
Kemudian apabila mereka melupakan apa yang telah diperingatkan mereka dengannya, Kami bukakan kepada mereka pintu-pintu segala kemewahan dan kesenangan, sehingga apabila mereka bergembira dan bersukaria dengan segala nikmat yang diberikan kepada mereka, Kami timpakan mereka secara mengejut (dengan bala bencana yang membinasakan), maka mereka pun berputus asa (dari mendapat sebarang pertolongan). “ - 44
“Lalu kaum yang zalim itu dibinasakan sehingga terputus keturunannya. Dan (dengan itu bersyukurlah kerana musnahnya kezaliman, dengan menyebut): "Segala puji tertentu bagi Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian Alam". - 45


Peringatan Allah swt. ini adalah kepada mereka yang menentang dan mendustakan kerasulan Muhammad saw. Mereka akan dibawa kepada kebinasaan secara istidraj secara beransur-ansur. Orang-orang kafir Quraisy yang sangat keras memusuhi Nabi Muhammad saw. adalah terdiri dari pembesar-pembesar dan orang kuat di Mekah, orang kaya dan berkuasa. Namun di saat kekuasaan mereka memuncak dan mereka telah berlawan dengan Nabi Muhammad saw di dalam peperangan, mereka telah mengalami kekalahan. Peperangan demi peperangan. Orang-orang Quraisy tertipu oleh kebesaran dan kekuatan mereka sendiri. Meskipun mereka selalu mengalami kekalahan, namun mereka tidak menyedari bahwa mereka beransur-ansur menuju kepada kehancuran.




Al A’raf Ayat 183


وَأُملي لَهُم ۚ إِنَّ كَيدي مَتينٌ
Dan Aku memberi tempoh kepada mereka; sesungguhnya rancangan balasanKu amatlah teguh.


Mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah itu telah sengaja Allah beri tangguh. Allah memberi mereka panjang umur, murah rezeki, hidup serba mewah, cukup dengan kemudahan-kemudahan yang dihajati, lagi pula terkemuka dalam segala lapangan dan bidang. Umpamanya dalam segi kepandaian, kecekapan, kekayaan, kekuatan dan sebagainya sesuai dengan peraturan susunan pergaulan manusia yang telah ditetapkan oleh Allah.


Maka pemberian umur panjang dan peluang-peluang yang menggalakkan itu, tidak lain hanyalah merupakan umpan yang dirancangkan oleh Allah sebagai tipu muslihat. Sedang yang dirancangkan oleh Allah tetap teguh dan kukuh, tidak sanggup orang hendak mengubah-ubahnya.


Kesimpulannya : Peraturan Allah sejak dahulu telah pun berlaku, baik mengenai sekumpulan umat atau orang perseorangan yang sekiranya dikenakan hukuman, adalah bersesuaian dengan sebaba musabab yang berjalan mengikut susunan makhluk.


Sebagai contoh, seorang yang zalim kalau belum dihukum akan bertambah-tambah zalim dan tidak akan mengendahkan akibat kezaliman yang dilakukannya. Hingga sampailah masanya nanti menerima hukuman di dunia dengan mendapat kemalangan atau malapetaka umpamanya, kemudian disusuli pula di akhirat dengan memasukkan mereka ke dalam neraka, tempat yang seburuk-buruknya tempat kembali.


Allah swt. berfirman:
“Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (bererti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Bukan begitu tetapi mereka tidak sedar.”
(Q.S Al Mu'minun: 54,55,56)


Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt. memberi tangguh (tidak segera menimpakan azab) bagi orang yang zalim, tetapi bilamana Allah swt. akan mengazabnya, niscaya Allah tidak membiarkan orang zalim itu terlepas dari azab-Nya.”
(H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Musa)













 Al A’raf Ayat 184

أَوَلَم يَتَفَكَّروا ۗ ما بِصاحِبِهِم مِن جِنَّةٍ ۚ إِن هُوَ إِلّا نَذيرٌ مُبينٌ
Patutkah mereka (ingkar dan) tidak mahu memikirkan (dengan fikiran yang siuman bahawa) sahabat mereka (Muhammad) tidak sekali-kali mengidap penyakit gila (sebagaimana yang mereka tuduh itu), bahkan ia hanyalah seorang (Pesuruh Allah) yang memberi amaran yang jelas. “


Orang-orang musyrik Mekah telah menggelarkan Nabi Muhammad saw dengan gelaran orang gila seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang kufur terhadap rasul-rasul Allah. Padahal hakikat yang sebenarnya nabi Muhammad saw sikapnya adalah berlawanan dengan perkataan dan perbuatan mereka. Baginda tidak mementingkan dunia dan kelazatannya, hanya mementingkan akhirat dan kenikmatannya.


Baginda asyik menyeru orang ramai supaya menyembah Allah dan mengingatkan mereka tentang seksaan Allah dan pembalasanNya. Baginda melakukannya itu siang dan malam dengan tidak jemu-jemunya. Oleh sebab itulah orang-orang musyrik Mekah telah menggelarkan baginda sebagai orang gila.


Maka dengan turunnya ayat ini, Allah telah membersihkannya dari gelaran tersebut. Bahkan baginda tidak lain hanyalah seorang yang memberi peringatan yang nyata. Kerana memang sudah jelas kedudukannya di sisi mereka, semenjak kecil lagi hingga meningkat dewasa iaitu berumur 40 tahun, baginda hidup dengan mereka. Jadi mengapakah mereka sampai boleh berfikiran begitu?


Dalam ayat ini baginda Nabi saw telah dibahasakan dengan kata ‘rakan mereka’. Ini bererti, mereka selama ini tidak pernah melihat sama ada kekalutan mahupun pekerti yang dianggap tercela pada baginda nabi, bahkan mereka memuji bahawa baginda nabi tidak pernah berdusta dan mengakui tentang kebaikan budi bahasa baginda nabi dan sifatnya yang amanah. Seterusnya mereka diajak pula oleh baginda nabi menuju ke jalan yang menjamin kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Jika ini mereka fikirkan sedalam-dalamnya pasti tidak akan tergamak mereka menggelarkan baginda sebagai orang gila.





Al A’raf Ayat 185

أَوَلَم يَنظُروا في مَلَكوتِ السَّماواتِ وَالأَرضِ وَما خَلَقَ اللَّهُ مِن شَيءٍ وَأَن عَسىٰ أَن يَكونَ قَدِ اقتَرَبَ أَجَلُهُم ۖ فَبِأَيِّ حَديثٍ بَعدَهُ يُؤمِنونَ
Patutkah mereka (membutakan mata) tidak mahu memperhatikan alam langit dan bumi dan segala yang diciptakan oleh Allah, dan (memikirkan) bahawa harus telah dekat ajal kebinasaan mereka? Maka kepada perkataan yang mana lagi sesudah (datangnya Kalamullah Al-Quran) itu mereka mahu beriman?


Allah mengecam mereka yang mendustakan Rasulullah saw. Mengapa mereka tidak memerhatikan apa yang terdapat pada kerajaan langit, dalam ruang angkasa yang sangat luas dengan jutaan bintang-bintang dan sejumlah planet-planet yang belum diketahui secara pasti keadaannya, beserta bulan-bulan yang beredar sekelilingnya di tiap-tiap planet itu.


Dan mengapa pula mereka tidak memerhatikan apa yang terjadi di bumi, lautan dan daratan dengan segala haiwan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di alam keduanya? Semua makhluk itu bagaimana kecilnya tunduk kepada suatu hukum yang rapi dan pasti: Siapakah yang menciptakan hukum atau sunah itu?


Sekiranya mereka dapat merenungkan isi kerajaan langit dan bumi itu tentulah mereka akan memperolehi petunjuk untuk membenarkan kerasulan Muhammad saw., beriman kepada ayat-ayat Alquran yang dibawanya.


Demikian pula halnya, sekiranya mereka memerhatikan dengan mendalam pada diri mereka sendiri. Manusia sebagai makhluk yang hidup pastilah akan berakhir dengan kematian, cepat atau lambat. Apakah mereka akan menghadap Tuhan dengan membawa amal kejahatan itu? Orang-orang kafir akan menyedari betapa bijaksananya jika sekiranya mereka menerima peringatan-peringatan dan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul itu. Apa yang dibawa oleh Rasul itu sebenarnya bermanfaat bagi mereka di dunia dan akhirat, yakni kepercayaan tentang adanya hari kiamat dan hari pembalasan buruk dan baik dan berita kehidupan sesudah mati. Jika mereka tidak percaya kepada ajaran Alquran yang dibawa oleh Rasul itu, maka adakah ajaran lain atau berita lain yang patut mereka percayai? Jika mereka tidak menemukan berita dan ajaran lainnya, maka Alquranlah satu-satunya pilihan dan pegangan bagi mereka.




Al A’raf Ayat 186

مَن يُضلِلِ اللَّهُ فَلا هادِيَ لَهُ ۚ وَيَذَرُهُم في طُغيانِهِم يَعمَهونَ
Sesiapa yang disesatkan oleh Allah (kerana keingkarannya), maka tidak ada sesiapa pun yang akan dapat memberi petunjuk kepadanya; dan Allah membiarkan mereka meraba-raba (dengan bingung) dalam kesesatan mereka.


Kemudian Allah swt. menegaskan dalam ayat ini, bahawa orang yang disesatkan Allah swt. tidak akan ada orang yang akan memberinya petunjuk. Seorang menjadi sesat kerana dia telah kehilangan kesediaan dalam dirinya (fitrah) untuk menerima petunjuk. Kehilangan kesediaan itu disebabkan kelengahan dirinya sendiri dalam memeliharanya dari pengaruh dan godaan syaitan dan hawa nafsu. Disebabkan oleh kerana tidak adanya kesediaan itu, maka jiwanya tidak dapat menerima isi Alquran sewaktu ia datang kepadanya.


Bahkan dia akan menunjukkan reaksi yang negatif, iaitu menolak, tidak menerima Alquran itu. Meskipun Rasul yang datang membawa Alquran itu kepadanya yang mempunyai akhlak yang mulia, akal yang sempurna, tetapi oleh kerana dia telah kehilangan kesediaan itu, maka Alquran tetap tidak dapat memberi pengaruh pada jiwa orang yang disesatkan Allah itu. Jiwanya telah gelap, tidak menerima ajaran Alquran. Kerana itu tak akan ada cahaya petunjuk baginya.


Hatinya gelap bertambah gelap akibat perbuatan yang mungkar serta kezaliman-kezaliman yang melampaui batas. Keragu-raguan semakin mencengkam hati manusia yang demikian itu, dan akhirnya sulitlah baginya untuk memperoleh jalan keluar dari kesesatan itu.


Firman Allah swt.:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”
(Q.S Al Mutaffifin: 14)


Setiap perbuatan yang jahat akan menambahkan lagi gelap hati manusia. Hati yang gelap menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jahat kembali. Demikianlah akhirnya manusia yang sesat itu berputar-putar dalam lingkaran kesesatan. Mereka bergelumang dalam lumpur dosa dan kesesatan. Dia hanya akan dapat lepas dan tertolong dari lingkaran kesesatan ini bilamana dia memiliki azam dan kemahuan yang kuat untuk kembali ke jalan Allah dan Nur Ilahi.


Surah Al A’raf Ayat 187


يَسأَلونَكَ عَنِ السّاعَةِ أَيّانَ مُرساها ۖ قُل إِنَّما عِلمُها عِندَ رَبّي ۖ لا يُجَلّيها لِوَقتِها إِلّا هُوَ ۚ ثَقُلَت فِي السَّماواتِ وَالأَرضِ ۚ لا تَأتيكُم إِلّا بَغتَةً ۗ يَسأَلونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنها ۖ قُل إِنَّما عِلمُها عِندَ اللَّهِ وَلٰكِنَّ أَكثَرَ النّاسِ لا يَعلَمونَ
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang hari kiamat: "Bilakah masa datangnya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan mengenainya hanyalah ada di sisi Tuhanku, tidak ada sesiapa pun yang dapat menerangkan kedatangannya pada waktunya melainkan Dia. (Huru-hara) hari kiamat itu amatlah berat (menggerunkan makhluk-makhluk yang ada) di langit dan di bumi; ia tidak datang kepada kamu melainkan secara mengejut". Mereka bertanya kepadamu seolah-olah engkau sedia mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan mengenai hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".


Allah swt. dalam ayat ini menegaskan bahwa hanya dialah yang mengetahui saat terjadinya hari kiamat itu. Kepastian terjadinya hari kiamat dan apa yang terjadi pada hari kiamat sudah banyak dijelaskan oleh Alquran. Akan tetapi khusus yang berkenaan dengan saat terjadinya hari kiamat itu tidak ada dijelaskan oleh Alquran. Hal itu hanya berada dalam ilmu Allah swt. semata-mata.


Yang menanyakan saat terjadinya hari kiamat itu ialah orang Quraisy. Ayat ini turun di Mekah. Di Mekah tidak ada orang Yahudi yang mengajarkan kepada orang-orang Quraisy tentang kerasulan, hari kebangkitan, syurga dan neraka. Berbeza dengan orang Arab Madinah yang sudah banyak bergaul dengan bangsa Yahudi. Mereka sudah mempunyai pengertian tentang kenabian dan hari kebangkitan.


Jika orang Quraisy menanyakan tentang hari kiamat itu maka sebenarnya pertanyaan itu dilatarbelakangi anggapan mereka bahwa hari kiamat itu tidak mungkin terjadi dan merupakan suatu berita bohong. Allah swt. menggambarkan tentang pemikiran mereka dengan firman-Nya:
”Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah akan terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh.”
(Q.S Asy Syura: 18)


Kerana isi pertanyaan itu sebenarnya adalah merupakan suatu keingkaran dan penolakan, maka Nabi Muhammad saw. disuruh untuk menjawabnya dengan jawaban yang sangat bijaksana. Nabi menjawab bahwa persoalan tentang bilakah terjadinya hari kiamat itu bukan persoalan manusia, bukan pula persoalan Nabi, tetapi persoalan itu adalah kepunyaan Allah swt. semata-mata. Hanya Dia sajalah yang mengetahui saat terjadinya peristiwa kiamat itu, dan bagaimana urutan kenyataan secara terperinci. Nabi ditugaskan oleh Allah swt. untuk mengingatkan tentang kepastian hari kiamat dan kedahsyatan yang terjadi pada waktu itu sesuai dengan berita di dalam Alquran. Orang Quraisy ini sebenarnya ingin memancing jawaban dari Rasulullah saw. dan dari jawaban itu kelak mereka bermaksud untuk mencemuhkan dan mendustakannya.


Ada sebab kenapa  Allah swt. merahsiakan saat terjadinya hari kiamat itu. Ini adalah kerana ianya mengandungi hikmah yang besar bagi orang-orang yang beriman. Mereka dengan hati yang pasrah akan menyerahkan persoalan yang bakal terjadi pada hari kiamat itu hanya kepada Allah swt. Allah lah yang akan membuka tabir rahsia itu, tak ada orang lain yang menyertainya atau pun yang menjadi perantara dengan hamba-hamba-Nya untuk memberitahukan saat terjadinya hari kiamat itu. Para nabi hanyalah bertugas untuk mengingatkan saja tentang adanya hari kiamat itu.


Memang hari kiamat merupakan beban yang berat bagi penduduk langit dan bumi kerana pada hari itu segala amal perbuatan mereka akan dikira dan dihitung. Dan juga sukar bagi mereka kerana mereka tidak mengetahui saat kiamat itu terjadi. Kiamat itu akan datang dengan tiba-tiba pada saat mereka lalai dan tidak menyedarinya. Tentulah peristiwa itu terjadi pada saat manusia sibuk dalam urusan duniawi.


Bagi orang yang beriman haruslah mempersiapkan diri dengan amal kebajikan, serta tawakal kepada Allah swt. untuk menghadapi hari akhir itu. Bila-bila pun terjadi peristiwa dahsyat itu, dia sudah siap sedia untuk menghadapinya.


Kemudian Allah swt. menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad saw. tentang sebab kenapa orang-orang musyrik itu bertanya kepada beliau tentang hari kiamat. Ini adalah kerana mereka menganggap seakan-akan Nabi mengetahuinya. Kalaupun Nabi tidak mengetahuinya, Nabi nanti boleh bertanya langsung kepada Allah swt.


Maka Allah swt. memerintahkan kembali kepada Nabi untuk menegaskan bahwa saat terjadinya hari kiamat itu adalah tetap menjadi rahsia Allah swt. Hanya Dia sajalah yang mengetahui saat terjadinya kiamat itu. Tidak ada orang lain yang mengetahuinya, dan tidak ada orang yang akan diberi ilmu untuk mengetahui peristiwa itu.


Akan tetapi, ramai orang yang tidak tahu mengapakah Allah merahsiakan pengetahuan tentang hari kiamat ini dan ianya hanya untuk Allah saja mengetahuinya. Dan ramai orang tidak tahu apakah hikmatnya Allah merahsiakan kedatangan hari kiamat ini dan bagaimanakah cara-cara dan adab untuk bertanya, untuk mengetahui dalam perkara yang seumpama hari kiamat itu. Sesungguhnya banyak orang tidak tahu.


Menurut zahir ayat, Nabi Muhammad saw. tidaklah mengetahui bila hari kiamat itu, beliau hanya mengetahui tentang dekatnya hari kiamat itu.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Aku diutus sedang waktu datangnya hari kiamat itu seperti dua ini sambil memperlihatkan telunjuknya dan jari tengahnya.”
(H.R At Turmuzi)


Maksudnya ialah jarak waktu antara beliau dengan hari kiamat itu amat dekat seperti jarak antara dua jari tersebut. Meskipun Allah swt. merahsiakan saat terjadinya hari kiamat itu, namun Allah swt. telah memberitahukan kepada Nabi Muhammad saw. alamat-alamat atau tanda-tanda sebelum kiamat terjadi sebagaimana firman Allah swt.:


“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat, (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang.”
(Q.S Muhammad: 18)


Maka suatu tanda yang nyata bahawa kiamat itu sudah dekat ialah kebangkitan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir kepada umat manusia. Dengan kebangkitan beliau itu sempurnalah bimbingan keagamaan oleh Allah swt. kepada manusia, bererti sempurna pula kehidupan kerohanian manusia. Maka sesudah itu menyusullah penyempurnaan kehidupan duniawi, dan sesudah segala kesempurnaan itu tercapai tibalah kehancuran dan kemusnahan.


Dalam hadis banyak disebutkan tentang tanda-tanda yang menerangkan tentang terjadinya hari kiamat itu. Di antaranya ialah keinginan manusia memiliki harta benda atau material lebih kuat dan bertentangan dengan keinginannya kepada kepuasan rohani. Pada suatu masa, manusia lebih mengutamakan untuk memenuhi keperluan rohani dan dapat mengalahkan keperluan material. Lalu kemudiannya manusia menjadi lebih kepada untuk memenuhi keperluan material selari dengan perkembangan kesesatan, kejahatan, kemungkaran dan kekufuran sehingga tibalah pada hari kiamat di saat manusia bergelumang dalam kejahatan.






 Al A’raf Ayat 188

قُل لا أَملِكُ لِنَفسي نَفعًا وَلا ضَرًّا إِلّا ما شاءَ اللَّهُ ۚ وَلَو كُنتُ أَعلَمُ الغَيبَ لَاستَكثَرتُ مِنَ الخَيرِ وَما مَسَّنِيَ السّوءُ ۚ إِن أَنا إِلّا نَذيرٌ وَبَشيرٌ لِقَومٍ يُؤمِنونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan manfaat bagi diriku dan tidak dapat menolak mudarat kecuali apa yang dikehendaki Allah. Dan kalau aku mengetahui perkara-perkara yang ghaib, tentulah aku akan mengumpulkan dengan banyaknya benda-benda yang mendatangkan faedah dan (tentulah) aku tidak ditimpa kesusahan. Aku ini tidak lain hanyalah (Pesuruh Allah) yang memberi amaran (bagi orang-orang yang ingkar) dan membawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".


Allah menyuruh Nabi Muhammad saw supaya mengatakan kepada mereka, bahwa nabi saw tidak berkuasa mendatangkan manafaat atau keuntungan untuk dirinya dan juga kepada orang lain dalam berjual beli. Dan tidak pula berkuasa menolak mudharat atau mempertahankan diri dari bahaya dengan berpindahnya nabi saw ke negeri yang tanahnya subur, untuk meninggalkan negeri yang tanahnya gersang, dan tidak mengeluarkan hasil.


Bila Allah menghendaki, dan barulah dengan itu nabi saw berkuasa mendatangkan manafaat dan mempertahankan dirinya dari mudharat. Kalau nabi saw tahu bila datangnya musim di mana bumi menjadi subur atau menjadi gersang tidak mengeluarkan hasil pastilah nabi saw akan mengumpulkan wang dan kekayaan sebanyak-banyaknya terlebih dahulu. Dengan demikian nabi saw tidak akan mendapat kesusahan, samada kemiskinan ataupun kelaparan. Walhal nabi saw dalam perjuangannya menyiarkan agama Allah sentiasa menemui kesukaran, penderitaan dan semasa dipulaukan oleh orang-orang Quraisy di Syi’ib nabi saw pernah menderita kelaparan.


Sebenarnya kaum Muslimin pada mulanya beranggapan bahawa setiap orang yang menjadi rasul tentulah dia mengetahui perkara-perkara yang ghaib, memiliki kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, baik untuk mencari sesuatu keuntungan atau pun menolak sesuatu kemudharatan untuk dirinya atau pun untuk orang lain.


Bagi memperbaiki kekeliruan pandangan ini, Allah swt. menyuruh Rasulullah untuk menjelaskan bahwa kedudukan rasul tidak ada hubungannya dengan hal yang demikian itu. Rasul hanyalah pemberi petunjuk dan bimbingan, tiadalah dia mempunyai daya mencipta atau meniadakan. Apa yang diketahuinya tentang hal-hal yang ghaib itu, semuanya adalah yang telah diberitahu oleh Allah swt. kepadanya.


Sekiranya Nabi saw. mengetahui hal-hal yang ghaib, misalnya mengetahui peristiwa-peristiwa di hari mendatang, tentulah Nabi saw. mempersiapkan dirinya lahir batin dan segala kelengkapan meterial untuk menghadapi peristiwa itu dan tentulah beliau tidak akan ditimpa kesusahan.


Sebenarnya Rasulullah saw. adalah manusia biasa. Perbezaan dengan orang biasa hanyalah terletak pada tugas yang dibebankan kepada beliau, yakni memberikan bimbingan dan pengajaran yang telah digariskan Allah swt. untuk manusia. Nabi hanyalah memberi peringatan dan membawa berita gembira kepada orang yang beriman.






 Al A’raf Ayat 189

هُوَ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفسٍ واحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنها زَوجَها لِيَسكُنَ إِلَيها ۖ فَلَمّا تَغَشّاها حَمَلَت حَملًا خَفيفًا فَمَرَّت بِهِ ۖ فَلَمّا أَثقَلَت دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُما لَئِن آتَيتَنا صالِحًا لَنَكونَنَّ مِنَ الشّاكِرينَ
Dia lah (Allah) yang menciptakan kamu semua dari (hakikat) diri yang satu, dan Ia mengadakan daripada hakikat itu pasangannya (diri suami isteri), untuk bersenang hati dan hidup mesra yang satu kepada yang lain. Ketika suami mencampuri isterinya, mengandunglah ia dengan kandungan yang ringan, serta teruslah ia dengan keadaan itu (ke suatu waktu). Kemudian ketika ia merasa berat (dan menaruh bimbang) berdoalah suami isteri itu kepada Tuhan mereka (dengan berkata):" Sesungguhnya jika Engkau (wahai Tuhan kami) mengurniakan kami nikmat yang baik, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur".


Allah menyatakan bahwa manusia itu dijadikan dari diri yang satu iaitu nabi Adam as atau dimaksudkan dijadikan dari jenis yang satu. Lalu Allah menjadikan pula nabi Adam as itu isterinya yang bernama Siti Hawa. Mengenai kejadian Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam as itu telah pun diterangkan huraiannya pada permulaan surah An Nisaa’.


Demikianlah jenis makhluk yang bernyawa itu dijadikan berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah pada ayat 49 dari surah Dzariat yang bermaksud:
“dari segala sesuatu Kami (Allah) jadikan dua sepasang, supaya dapat kamu fikirkan.”


Gunanya ialah selain dari kedua-dua makhluk yang sepasang itu bertugas menghasilkan zuriat untuk menyambung keturunan mereka, juga supaya hidupnya tentang dan tenteram. Kerana jenis manusia itu bila sampai had umur yang membolehkan berkahwin, timbullah dalam dirinya perasaan yang selalu gelisah, sehingga dia dikahwinkan barulah tenteram dan berasa tenang.


Bila manusia telah berkahwin dan menjadi suami isteri, maka berlakulah antara keduanya perhubungan jenis. Sebagaimana telah maklum, bahwa tiap-tiap benih yang akan menumbuhkan tubuh yang hidup itu terdiri dari dua jenis benih, pertama benih si lelaki dan kedua benih si perempuan. Kedua-dua benih ini jika telah bersatu akan terlahirlah pula benih yang lain, dan demikianlah akan berlaku seterusnya. Pertemuan benih lelaki dengan benih perempuan yang menjadikan kesatuan benih pula, inilah yang dinamakan mengandung.


Dalam ayat ini disebutkan kandungan yang ringan kerana pada permulaannya adalah merupakan air yang dikandung di dalam rahim dan tidak terasa oleh orang yang mengandungnya itu kerana ringannya. Hanya dpat dikesan bila seseorang perempuan itu mengandung ialah kerana terputusnya haid. Demikianlah pertumbuhan benih itu mula berjalan dengan terus berkembang sampai beberapa waktu, sedikit pun tidak dirasakan kepayahannya oleh orang yang mengandungnya.


Apabila telah dekat waktu si isteri hendak bersalin sebab kandungannya telah pun besar dan berat di dalam pertunya, Adam dan Hawa pun berdoa kepada Allah, iaitu Tuhan mereka, memohonkan agar dikurniakan anak yang saleh iaitu sempurna sifat-sifatnya, yang dapat menunaikan segala tugas dan pekerjaan yang berguna sebagai manusia, sambil kedua mereka bersumpah, kalau diperkenankan permohonnan mereka tadi maka mereka kaan menjadikan diri mereka orang-orang yang bersyukur di atas nikmat yang dikurniakan kepada mereka.Iaitu yang dilahirkan dengan turur kata, amalan dan perbuatan.






 Al A’raf Ayat 190

فَلَمّا آتاهُما صالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكاءَ فيما آتاهُما ۚ فَتَعالَى اللَّهُ عَمّا يُشرِكونَ
“Kemudian ketika Allah mengurniakan kepada keduanya nikmat yang baik (sebagaimana yang mereka pohonkan), mereka berdua menjadikan sekutu bagi Allah dalam urusan wujudnya nikmat yang dikurniakan Allah kepada mereka. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu. “


Apabila Nabi Adam dan Siti Hawa mendapat anak, maka mulalah anak-anaknya menyekutukan Allah. Allah telah membersihkan diriNya dari disekutukan dengan firmannya dalam ayat ini yang bermaksud:’
“...Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu.”


Maha suci Allah dariapda apa yang disekutukan oleh orang-orang musyrik Mekah dan anak-anak Adam yang lainnya. Ayat ini jelas ditujukan kepada umum dan tidak hanya kepada Nabi Adam dan Siti Hawa sahaja.


Tentang sebutan Nabi Adam dan Siti Hawa itu hanyalah merupakan simbol seorang ayah dan seorang ibu kerana kedua-duanya adalah pendahuluan segala manusia. Jadi bukanlah ayat ini hendak menetapkan seseorang yang tertentu seperti Nabi Adam dan siti Hawa, ataupun manusia lain yang tertentu sahaja. Tetapi ayat ini adalah merangkumi semua umat manusia secara umum.