Tuesday, March 24, 2015

Surah Al A'raf Ayat 142 - 149




Al A’raf Ayat 142

وَواعَدنا موسىٰ ثَلاثينَ لَيلَةً وَأَتمَمناها بِعَشرٍ فَتَمَّ ميقاتُ رَبِّهِ أَربَعينَ لَيلَةً ۚ وَقالَ موسىٰ لِأَخيهِ هارونَ اخلُفني في قَومي وَأَصلِح وَلا تَتَّبِع سَبيلَ المُفسِدينَ
Dan kami telah janjikan masa kepada Nabi Musa (untuk memberikan Taurat) selama tiga puluh malam, serta Kami genapkan jumlahnya dengan sepuluh malam lagi, lalu sempurnalah waktu yang telah ditentukan oleh Tuhannya empat puluh malam. Dan berkatalah Nabi Musa kepada saudaranya Nabi Harun (semasa keluar menerima Taurat): "Gantikanlah aku dalam (urusan memimpin) kaumku dan perbaikilah (keadaan mereka sepeninggalanku), dan janganlah engkau menurut jalan orang-orang yang melakukan kerosakan".

Ayat ini menerangkan peristiwa turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. Allah swt. telah menetapkan janji-Nya kepada Nabi Musa a.s. Sebagaimana yang kita ketahui, waktu Nabi Musa meninggalkan Madyan hendak kembali ke Mesir, beliau telah melihat api di leteng bukit Tursina. Itulah permulaan beliau dipanggil untuk menerima wahyu yang khusus diperintahkan untuk menghadapi Firaun dan membebaskan kaum Bani Israel. Dan risalat dari wahyu yang pertama itu telah dijalankan dengan baik, sehingga Bani Israel sudah dapat dibebaskan. Inilah yang dibayangkan pada ayat 137 yang lalu bahwa : “....Dan telah sempurnalah Kalimah Allah (janjiNya) yang baik kepada kaum Bani Israil..”

Sekarang Nabi Musa akan menghadapi tingkat perjuangan yang kedua pula. Nabi Musa akan menerima wahyu dari Allah yang berisikan dasar-dasar kepada agama dan hukum-hukum yang akan menjadi pedoman bagi kaum Bani Israil dalam usaha mereka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Waktu penurunan wahyu yang dijanjikan itu selama tiga puluh malam di gunung Tursina, kemudian ditambahnya sepuluh malam lagi sehingga menjadi empat puluh malam.

Mengenai turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas waktu menafsirkan ayat ini, bahwa Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Tuhanku (Allah) menjanjikan kepadaku tiga puluh malam. Aku akan menemui-Nya dan aku jadikan Harun untuk jadi penggantiku.”

Sebelum Nabi Musa a.s. berangkat ke tempat yang telah ditentukan Allah untuk menerima Taurat, ia menyerahkan pimpinan kaumnya kepada saudaranya Nabi Harun a.s. dan menyatakan Nabi Harun sebagai wakilnya, mengurus kepentingan-kepentingan Bani Israil selama ia tiada. Nabi Musa mengingatkan agar Harun jangan mengikuti kemahuan-kemahuan dan pendapat-pendapat orang-orang yang sesat dan yang suka berbuat kerusakan.

Nabi Harun adalah saudara tua nabi Musa a.s. dan diangkat pula oleh Allah sebagai rasul dan nabi. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Musa sebelum menghadapi Firaun, beliau telah berdoa kepada Allah agar Nabi Harun diangkat sebagai wazirnya, kerana lidahnya lebih petah dibanding dengan lidah Nabi Musa.
Allah berfirman:
“Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.”
(Q.S Taha: 29,30,31 dan 32)

Maka setelah Nabi Musa a.s. sampai masa yang dijanjikan, yaitu pada bulan Zulkaedah dan sepuluh malam bulan Zulhijah, Nabi Musa a.s. pun pergilah menetap dan menunggu di atas bukit tersebut selama empat puluh malam. Allah swt. telah menurunkan kepadanya Taurat dalam bentuk kepingan-kepingan bertulis.

Dari kedua riwayat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Nabi Musa a.s. pergi ke bukit Tursina hanya dengan bersendiri tidak ada yang menemaninya. Dalam erti kata lain,  ia memisahkan diri dari kaumnya Bani Israil.




 Al A’raf Ayat 143

وَلَمّا جاءَ موسىٰ لِميقاتِنا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قالَ رَبِّ أَرِني أَنظُر إِلَيكَ ۚ قالَ لَن تَراني وَلٰكِنِ انظُر إِلَى الجَبَلِ فَإِنِ استَقَرَّ مَكانَهُ فَسَوفَ تَراني ۚ فَلَمّا تَجَلّىٰ رَبُّهُ لِلجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ موسىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمّا أَفاقَ قالَ سُبحانَكَ تُبتُ إِلَيكَ وَأَنا أَوَّلُ المُؤمِنينَ
“Dan ketika Nabi Musa datang pada waktu yang Kami telah tentukan itu, dan Tuhannya berkata-kata dengannya, maka Nabi Musa (merayu dengan) berkata: "Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah kepadaku (ZatMu Yang Maha Suci) supaya aku dapat melihatMu". Allah berfirman: "Engkau tidak sekali-kali akan sanggup melihatKu, tetapi pandanglah ke gunung itu, maka kalau ia tetap berada di tempatnya, nescaya engkau akan dapat melihatKu", Setelah Tuhannya "Tajalla" (menzahirkan kebesaranNya) kepada gunung itu, (maka) "TajalliNya" menjadikan gunung itu hancur lebur dan Nabi Musa pun jatuh pengsan. Setelah ia sedar semula, berkatalah ia: "Maha Suci Engkau (wahai Tuhanku), aku bertaubat kepadaMu, dan akulah orang yang awal pertama beriman (pada zamanku)

Setelah Nabi Musa a.s. sampai ke tempat dan waktu yang dijanjikan Allah untuk menerima wahyu, Allah telah memperkenan untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Musa secara langsung tanpa perantaraan malaikat. Nabi Musa yang seluruh jiwa raganya yang suci telah mula dipenuhi oleh Al-Hubb Al-Ilahi. Iaitu cinta kepada Allah yang tiada taranya.  Lalu Nabi Musa telah memohon untuk diberikan kemuliaan yang lebih tinggi lagi.

Sesudah berkenan mengajak Nabi Musa untuk bercakap di belakang hijab, kini Nabi Musa meminta untuk melihat rupa Allah, supaya tabir dinding itu dihindarkan saja agar dapat melihat rupa Allah dengan jelas.lagi.. Lalu Musa berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah zat Engkau yang suci dan berilah aku kekuatan untuk dapat melihat Engkau dengan jelas, kerana aku tidak sanggup melihat dan mengetahui Engkau dengan sempurna."

Tetapi Allah swt. menjawab: "Hai Musa, kamu tidak akan dapat melihat-Ku." Maksudnya Allah menafikan, iaitu tidak ada seorang pun yang dapat melihat Allah selagi manusia itu masih berada di dunia. Bahkan tidak sanggup manusia itu memandangNya. Siapa yang memandangNya di dunia ini nescaya ia akan mati.

Tetapi untuk tidak menghampakan permintaan Nabi Musa itu, Allah swt. telah  berkata kepada Nabi Musa, “Engkau tidak sekali-kali akan sanggup melihatKu, tetapi pandanglah ke gunung itu, maka kalau ia tetap berada di tempatnya, nescaya engkau akan dapat melihatKu"” Dari sini dapatlah kita fahami bahawa permintaan Nabi Musa untuk melihat Allah, tidaklah ditolak bulat-bulat oleh Allah. Malah tidak pula melarang. Itu tandanya Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang telah membalas cinta hambaNya, telah menyambut permohonan itu dengan penuh kasih sayang, dengan mengatakan bahwa sekali-kali tidaklah engkau dapat melihat Aku. Sebabnya tidaklah Aku terangkan, cuma engkau bolehlah  lihat ke arah gunungi itu.  Allah menyuruh Nabi Musa supaya memandang kepada gunung sebagai suatu contoh atau percubaan.

Berkata Ibnu Abbas, apabila gunung itu terkena sahaja cahaya (nur) arasy Allah, gunung itu terus hancur. Adapun tentang Allah memperlihatkan diriNya dengan berjisim itu adalah mustahil atas Allah ta’ala. Dan diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad as Sa’idi bahwasanya Allah ta’ala memperlihatkan cahaya itu dari sebalik tujuh puluh ribu tabir (hijab) yang besarnya cahaya itu sekadar satu dirham, lalu gunung itu menjadi hancur.

Dengan demikian, dapatlah kita fahami, apalah ertinya Nabi Musa sendiri yang kecil lagi lemah, jika nak dibandingkan dengan gunung yang besar itu, setelah Allah Zat yang Maha Agung itu menunjukkan diri atau tajalli kepadanya? Sedangkan telah kita ketahui gunung itu hancur lebur kerana tajalli Allah, Nabi Musa lagi pengsan, betapalah lagi kalau kepada dirinya sendiri Allah tajalli? Allahu akbar! Nyatalah sekarang bahwa Nabi Musa itu lemah. Dia tidak berdaya memandang kepada cahaya yang diperlihatkan oleh Allah kepada gunung itu.

Syahdan, maka setelah Nabi Musa a.s. sedar dari pengsannya dan sedar pula bahwa ia telah meminta kepada Allah swt. sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, ia merasa telah berbuat dosa. Nabi musa juga menyesal bahwa segala apa yang dimintanya itu adalah sesuatu yang tidak patut. Itulah sebabnya ia mengucap tasbih mensucikan Allah. Maksudnya Allah Maha Suci dari perkara-perkara yang tidak patut dan tidak layak bagi sifat-sifatnya. Juga ia telah bertaubat kepada Allah, iaitu menarik kembali permintaannya yang tidak diizinkan oleh Allah itu. Dan kemudian Nabi Musa telah mengaku sebagai orang yang pertama dari kalangan Bani Israel yang beriman benar-benar beriman kepada Allah.

Nabi Musa telah yakin bahwa Allah ada. Nabi Musa telah menjadi ilmul yaqin dan beliau tidak ada keraguan lagi. Namun beliau masih meminta hendak melihat Allah. Apa yang mendorongnya meminta setinggi itu, padahal telah didapatnya yang dekat dari itu, iaitu diajak bercakap? Yang mendorongnya ialah yang lebih tinggi dari keyakinan, iaitu CINTA. Namun Allah telah pun membalas cintanya. Dan kerana sebab cinta itulah maka Allah telah bersetuju untuk menunjukkan diriNya kepada gunung, sehingga gunung itu hancur.

Beberapa masa kemudian, setelah Nabi Musa kembali kaumnya, ada di kalangan kaumnya itu juga yang menentang Nabi Musa, telah meminta untuk melihat Allah jahratan, secara terang-terang berhadapan. Apa yang jadi? Allah telah memerintahkan petir halilintar membelah bumi, sehingga mereka bergelimpangan mati dan pengsan.

Oleh sebab itu, di dalam keadaan rohani dan jasmani kita yang semacam ini, kita tidak akan dapat melihat Allah. Nabi Musa tidak dapat melihat Allah. Nabi Muhammad saw juga tidak. Walaupun seketika baginda Nabi Muhammad mikraj ke langit, baginda juga tidak beri untuk melihat Allah. Sebab Allah cintakan baginda. Nantilah saja di akhirat nanti. Adapun di dunia ini, cukuplah dengan ilmul yaqin dan haqqul yaqin. Adapun ‘ainul yaqin itu nanti biarlah di akhirat saja kelak. Kerana memang sudah tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk akhirat. Untuk bertemu Alah di akhirat.





Al A’raf Ayat 144

قالَ يا موسىٰ إِنِّي اصطَفَيتُكَ عَلَى النّاسِ بِرِسالاتي وَبِكَلامي فَخُذ ما آتَيتُكَ وَكُن مِنَ الشّاكِرينَ
“Allah berfirman: "Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilihmu melebihi umat manusia (yang ada pada zamanmu), dengan membawa perutusanKu (Kitab Taurat) dan dengan KalamKu; oleh itu, terimalah apa yang Aku kurniakan kepadamu, dan jadikanlah dirimu dari orang-orang yang bersyukur".

Allah telah berfirman kepada Nabi Musa as dengan kata-kata yang dapat didengar olehnya. Kata-kata itu sampai ke jiwanya secara langsung tanpa menerusi sebarang perantaraan, umpamanya dengan perantaraan malaikat seperti halnya para rasul yang lain. Yang demikian itu ialah sebagai suatu keistimewaan yang dikurniakan Allah kepada Nabi Musa. Kerana Allah telah menyingkapkan hijab iaitu tabir yang mendinding antara dirinya dengan Allah, sehingga jelas kata-kata itu didengarnya. Ini adalah salah satu dari tiga cara wahyu disampaikan kepada para rasul seprtimana firman Allah :
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
(Q.S Asy Syura: 51)

Keisitimewaan yang ada pada nabi Musa inilah yang menyebabkan ia digelar Kalimullah yang ertinya orang yang diajak bercakap oleh Allah. allah telah bercakap (berfirman) dengannya. Di antara percakapannya seprti yang tersirat di dalam ayat 144 ini iaitu:
"Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilihmu melebihi umat manusia (yang ada pada zamanmu), dengan membawa perutusanKu (Kitab Taurat) dan dengan KalamKu; …”

Nabi Musa telah dikurniakan Allah dengan kelebihan dan keistimewaan yang berupa perutusan, iaitu tugas membawa syariat yang terkandung di dalam kitab Taurat, dan berupa perkataan Allah yang didengarnya tanpa sebarang perantaraan. Ini ialah sebagai hiburan untuk menggantikan keinginannya untuk melihat Allah yang telah tertegah dan tidak dikabulkan.

Allah telah memilih Nabi Musa melebihi dari sekalian manusia, iaitu manusia yang ada pada zamannya. tidak meliuputi seluruh manusia kerana Nabi Muhammad saw juga dikurniakan kelebihan dan keisitimewaan yang melebihi seluruh manusia, termasuk Nabi Musa sendiri.

Seterusnya Allah berfirman kepada Nabi Musa supaya menerima syariat yang terkandung di dalam Taurat untuk menjadi panduan hidup umatnya dan berterimakasihlah atas nikmat-nikmat Allah, iaitu dengan mengamalkan syariat tersebut dengan bersungguh-sungguh.




Surah Al A’raf Ayat 145

وَكَتَبنا لَهُ فِي الأَلواحِ مِن كُلِّ شَيءٍ مَوعِظَةً وَتَفصيلًا لِكُلِّ شَيءٍ فَخُذها بِقُوَّةٍ وَأمُر قَومَكَ يَأخُذوا بِأَحسَنِها ۚ سَأُريكُم دارَ الفاسِقينَ
Dan Kami telah menuliskan bagi Nabi Musa pada Luh-luh (Taurat) itu, dari pelbagai jenis nasihat pengajaran dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu (dasar Syariat dan hukum-hukumnya). Oleh itu, terimalah dia (dan amalkanlah wahai Musa) dengan bersungguh-sungguh, dan suruhlah kaummu berpegang (serta mengamalkan) yang sebaik-baiknya (iaitu suruhan-suruhannya). Aku akan perlihatkan kepada kamu akan negeri orang-orang yang fasik - derhaka".

Allah telah menyerahkan kepada Nabi Musa beberapa buah Luh. Alwah adalah jama’ dari Luh. Ertinya lembaran-lembaran yang keras. Batu tulis yang kecil kecil yang dinamakan Luh. Umpamanya seperti Batu Bersurat. Di dalam lembaran-lembaran itu tertulis berbagai pengajaran dan penjelasan yang akan mengisi hati dan jiwa, untuk mendalami iman dan keyakinan kepada Allah. Penjelasan dari dasar-dasar syariat yang wajib diajar dan diamalkan oleh Bani Israel.

Allah bagitahu bahawa Allah sendiri yang menulis isi lembaran itu. Ini bermakna lembaran itu telah diisi dengan Qudrat dan Iradat Allah, sebagaimana Allah mencipta matahari, bulan, bintang dan bumi, tidak ada campur tangan dari orang lain. Tentang bagaimanakah cara Allah menuliskan itu, tidak usahlah kita kaji untuk mengelakkan timbulnya khayalan yang tidak-tidak.

Isi kitab Taurat itu adalah penuh dengan pengajaran dan penjelasan, tetapi ianya tidak akan bermakna dan tak akan ada manafaatnya sekiranya hanya untuk dibaca, dan tidak diamalkan dengan sebaik-baiknya. Isi Kitab Taurat adalah isi kitab yang suci kerana ianya datang sebagai wahyu dari Allah. Tetapi kalau ia hanya menjadi sebagai bacaan sahaja, tidaklah akan ada pengaruhnya untuk membina jiwa umat yang membaca kitab tersebut.

Orang yang membaca kitab suci dan dianggapnya hanya sebagai bacaan dan tidak mengamalkannya, dianggap sebagai orang yang fasik. Akibat daripada orang yang seperti inilah kelak akan terjadinya kesengsaraan dan kehinaan dan kejatuhan martabat dalam kehidupan. Itulah musibah kederhakaan yang paling besar!

Di dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan agar Nabi Musa dan kaumnya berpegang teguh kepada ajaran-ajaran, petunjuk-petunjuk, dan hukum-hukum yang tertulis. Dengan demikian Bani Israil akan menjadi baik budi-pekertinya, baik ibadatnya sehingga tertutuplah pintu-pintu untuk terpengaruh dengan syirik.

‘Jika kamu dan kaummu tidak mengambil dan memegang teguh apa yang telah Kami turunkan dengan sesungguhnya, maka kamu akan menjadi fasik seperti yang telah dialami oleh kaum `Ad, Samud, dan kaum Firaun dan sebagainya, atau Kami akan memperlihatkan kelak apa yang dialami orang-orang yang tidak mau taat kepada-Ku.’

Dari ayat-ayat di atas dapat diambil iktibar-iktibar sebagai berikut:
1. Wajib menyampaikan ajaran-ajaran dengan sesungguh-sungguhnya sesuai dengan risalah yang dibawa Rasul agar dengan demikian tercapailah pembentukan umat yang baru, penuh kedamaian di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun. Hal ini dapat dilihat pada perbuatan Rasulullah saw. sendiri. Beliau merupakan suri teladan bagi umatnya dalam mengamalkan perintah-perintah Allah. Hal ini dapat dilihat pada perkataan, perbuatan-perbuatan, dan tindakan-tindakannya. Kerana itu orang Arab tertarik kepada agama yang dibawanya sehingga dalam waktu yang sangat pendek, penduduk Jazirah Arab telah menganut agama Islam. Cara-cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini telah dilakukan pula oleh para sahabat dan beberapa khalifah yang terkenal dalam sejarah, maka mereka pun telah berhasil juga sebagaimana Rasulullah. Dalam pada itu tetap ada juga di antara kaum muslimin yang telah berbuat kesalahan.
2. Kita lihat dalam sejarah bahwa Bani Israil menjadi bangsa yang besar dan berkuasa di saat mereka melaksanakan dengan baik agama Allah, dan mereka menjadi bangsa terjajah, hidup sengsara di saat mereka memandang remeh dan mengingkari agama Allah.
3. Demikianlah halnya kaum Muslimin, akan menjadi kuat dan besar di saat mereka melaksanakan dengan baik agama Allah, di saat timbul persaudaraan yang kuat sesama kaum Muslimin, dan mereka menjadi lemah di saat mereka tidak mengamal dan mempertahankan lagi agama Allah.





 Al A’raf Ayat 146

سَأَصرِفُ عَن آياتِيَ الَّذينَ يَتَكَبَّرونَ فِي الأَرضِ بِغَيرِ الحَقِّ وَإِن يَرَوا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤمِنوا بِها وَإِن يَرَوا سَبيلَ الرُّشدِ لا يَتَّخِذوهُ سَبيلًا وَإِن يَرَوا سَبيلَ الغَيِّ يَتَّخِذوهُ سَبيلًا ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُم كَذَّبوا بِآياتِنا وَكانوا عَنها غافِلينَ
Aku akan memalingkan (hati) orang-orang yang sombong takbur di muka bumi dengan tiada alasan yang benar dari (memahami) ayat-ayatKu (yang menunjukkan kekuasaanKu); dan mereka (yang bersifat demikian) jika mereka melihat sebarang keterangan (bukti), mereka tidak beriman kepadanya, dan jika mereka melihat jalan yang (membawa kepada) hidayah petunjuk, mereka tidak mengambilnya sebagai jalan yang dilalui. Dan sebaliknya jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus mengambilnya sebagai jalan yang dilalui. Yang demikian itu, kerana mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka sentiasa lalai daripadanya. “

Ayat-ayat ini adalah suatu peringatan untuk kaum Nabi Musa. Bukan saja kaum Nabi Musa sebenarnya. Malah untuk kita juga.  Kini Bani Israel telah bebas dari cengkaman Firaun. Perangai-perangai yang menyebabkan kepada kehancuran Firaun dan pengikut-pengikutnya  di laut Merah itu diingatkan kembali kepada kita. Ini adalah kerana sekiranya sesebuah umat itu telah dibangunkan dan dapat tumbuh dengan cemerlang dan jayanya, perangai-perangai yang semacam itu besar kemungkinan akan menghinggapi mereka juga dan kelak akan membawa celaka kepada mereka juga.

Perangai yang macam mana? Takabur dan sombong. Takabur atau sombong ertinya merasakan dirinya besar, agung, gagah dan perkasa sehingga lupa akan hakikat yang sebenar. Padahal ianya tidak lebih dari seorang makhluk yang melata di bumi, terjadi dari tanah, menjelma dari air mani yang hina, lalu tumbuh menjadi manusia. Takabur menyebabkan seseorang itu tidak mahu menerima kebenaran dan nasihat kerana telah merasa dirinya besar. Sebenarnya yang besar hanya Allah saja. Sebab itu kalau orang yang telah muka taakbur, dia akan dipalingkan oleh Allah dari ayat-ayatNya sepertimana yang termaktub di awal ayat ini.

Allah swt. menyatakan bahwa Dia akan memalingkan hati orang-orang yang takabur, menyombongkan diri untuk memahami bukti-bukti dan dalil-dalil yang dibawa para rasul terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, dan memalingkan pula hati mereka untuk melaksanakan agama Allah dan mengikuti petunjuk ke jalan yang benar. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah:
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”
(Q.S As Saf: 5)

Dalam ayat ini sifat takabur itu digandingkan dengan perkataan "bighairil haq" tanpa alasan yang benar. Hal ini menunjukkan sikap dan tindakan orang yang takabur itu dilakukan tanpa menimbang akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Tindakan itu semata-mata dilakukan untuk memuaskan hawa-nafsu sendiri sekalipun merugikan orang lain.

Takabur adalah penyakit jiwa yang diakibatkan oleh kesalahan dalam menilai dan menerima sesuatu. Kadang-kadang keberhasilan seseorang yang terus-menerus dalam usahanya dapat juga menimbulkan sifat takabur sehingga timbul keyakinan yang berlebih-lebihan pada dirinya sendiri, bahwa apa saja yang dicita-citakannya dan direncanakannya pasti tercapai dan berhasil. Merasa yakin akan kemampuan diri sendiri ini akhirnya menimbulkan pendapat dan keyakinan bahwa dirinya tidak tergantung kepada siapa pun mahupun kepada Allah sendiri.

Dalam ayat ini diterangkan sifat-sifat dan keadaan orang yang takabur itu, yaitu:
1. Jika mereka melihat bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah swt., atau membaca ayat-ayat Allah, mereka tidak mahu mengikutinya dan mengambil iktibar serta pelajaran daripadanya. Mereka tidak mahu mengimaninya. Dalil-dalil, bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah serta ayat-ayat Alquran yang mengandungi kebenaran mereka tolak dan tidak mahu mempercayai. Dalil-dalil dan bukti-bukti itu tidak berfaedah bagi orang yang ragu-ragu dan tidak mengingini kebenaran, kerana ia merasa bahwa kebenaran itu sendiri akan membatasi dan menghalang mereka dari perbuatan sewenang-wenang, sehingga cita-cita dan keinginan mereka tidak terkabul.

Ayat ini merupakan isyarat bagi Nabi Muhammad saw., bahwa orang-orang musyrik dan kafir yang memperolok-olokkannya serta mendustakan Alquran dan mengadakan kekacauan dengan mencari-cari kesalahan dan kelemahan-kelemahan ayat-ayat Alquran dan memutar balikkan isinya dan kebenaran Alquran itu sendiri. Seandainya Nabi Muhammad mahu mengikuti tuntutan mereka yang merupakan syarat beriman mereka kepada beliau, mereka sedikit pun tidak akan beriman sekalipun tuntutan mereka telah dipenuhi.
2. Jika melihat petunjuk dan jalan yang benar, mereka tidak mahu mengikutinya, bahkan mereka menghindar dan menjauh daripadanya padahal jalan itulah yang paling baik dan satu-satunya jalan yang dapat membawa mereka ke tempat yang penuh kebahagiaan.
3. Jika melihat jalan yang menuju kepada kesengsaraan, mereka mengikutinya kerana jalan itu telah dijadikan oleh syaitan dalam fikirannya sebagai yang paling baik dan indah. Mereka merasa dengan menempuh jalan itu segala keinginan dan hawa-nafsu mereka pasti akan terpenuhi. Menurut keyakinan mereka itulah syurga yang dicita-citakan.

Pada akhir ayat ini diterangkan apa sebab hati mereka dipalingkan Allah, sehingga mereka tidak mahu mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah, yaitu kerana mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan tidak mengacuhkan ayat-ayat ini.

Telah menjadi hukum Allah, bahawa sering mengerjakan sesuatu pekerjaan menyebabkan pekerjaan itu semakin mudah dikerjakan bahkan akhirnya antara pekerjaan dengan orang-orang yang mengerjakannya menjadi satu, seakan-akan tidak dapat dipisahkan lagi. Begitulah juga halnya antara perbuatan jahat dengan orang yang selalu mengerjakannya, tidak ada perbezaannya sehingga akhirnya antara orang itu dengan perbuatan yang jahat yang dikerjakannya telah menjadi satu dan telah bersenyawa dengannya.

Kerana itu pada hakikatnya bukanlah Allah swt. yang memalingkan dan mengunci hati seseorang yang sesat itu. Tetapi yang memalingkan dan mengunci hati itu adalah orang-orang yang sesat itu sendiri. Sesungguhnya Allah swt. tidak mencipta manusia sejak lahir menjadi orang yang beriman atau menjadi orang yang kafir. Dan Dia tidak pula memaksa hambanya menjadi kafir atau menjadi beriman. Akan tetapi seseorang menjadi beriman atau pun menjadi kafir itu adalah atas usahanya sendiri. Mereka sendirilah yang memilih dan berusaha menjadi orang yang beriman dengan mengikuti petunjuk dan ajaran agama dengan melaksanakan perintah Allah dan menghentikan larangan-Nya. Ia selalu memerhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sehingga iman mereka semakin lama semakin kuat.

Dan demikian juga manusia itu sendirilah yang berusaha dan memilih jalan yang sesat atau menjadi orang yang kafir dengan mendustakan ayat-ayat Allah, dan tidak mahu menempuh jalan yang menuju kepada kebahagiaan yang abadi, meremehkan dan tidak mengacuhkan ayat-ayat Allah, agar mereka dapat memuaskan keinginan dan hawa nafsu.

Oleh kerana perbuatan dosa itu selalu mereka kerjakan, maka perbuatan itu telah bersatu dengan dirinya sehingga kebenaran apa pun yang datang selalu ditolak oleh perbuatan jahat yang telah bersatu dengan dirinya itu. Seolah-olah hati mereka telah terkunci mati, telah berpaling dari menerima kebenaran.

Contoh ini disebutkan dalam firman Allah swt.:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
(Q.S Al A'raf: 179)

Orang-orang yang seperti diterangkan ayat di atas banyak terdapat dalam masyarakat pada masa kini. Mereka adalah orang yang sangat terpengaruh oleh mata benda kehidupan duniawi, seperti pangkat, kekuasaan, harta, kesenangan dan sebagainya. Mereka selalu menurutkan hawa nafsu. Telah lupa dan sengaja melupakan ajaran-ajaran agama, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan perintah-perintah Allah serta tidak mengindahkan larangan-larangan-Nya. Jika disampaikan kepada mereka ajaran Allah, maka mereka melalaikannya sekedar mencari simpati, sehingga dengan demikian nafsu dan keinginan mereka lebih mudah terpenuhi.

Adakah kita menjadi salah seorang dari mereka?




 Al A’raf Ayat 147

وَالَّذينَ كَذَّبوا بِآياتِنا وَلِقاءِ الآخِرَةِ حَبِطَت أَعمالُهُم ۚ هَل يُجزَونَ إِلّا ما كانوا يَعمَلونَ
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan pertemuan hari akhirat, gugurlah amal-amal mereka (yang baik). Mereka tidak diberikan balasan (pada hari akhirat) melainkan (bagi) apa yang mereka telah kerjakan (dari perbuatan kufur dan maksiat). “

Allah menyatakan tentang pekerti orang-orang yang tidak mahu percaya kepada keterangan-keterangan Allah yang diturunkanNya kepada rasul yang diutus, bahkan mendustakan keterangan-keterangan tersebut. Juga pekerti mereka yang tidak percaya kepada hari akhirat di mana sekalian manusia pasti akan dibangkitkan semula menemui tuhan untuk menerima balasan dari amalan yang mereka lakukan di dunia. Malah mereka menganggap perkara itu adalah mustahil, bohong dan dusta. Maka pekerti orang-orang yang mendustakan perkara tersebut boleh menyebabkan terhapusnya pahala mereka, sehingga walau berapa banyak sudah kebajian yang mereka lakukan, ianya akan menjadi sia-sia belaka.

Di akhirat, perbuatan baik itu tidak akan dapat menolong diri mereka kerana kebajian mereka tidak menepati syarat-syarat yang berupa iman.

Apakah sebabnya mereka dibalas demikian? Jawabnya tidak lain, ialah kerana setiap balasan yang mereka terima itu adalah untuk setiap apa yang mereka kerjakan.

Apa yang telah mereka kerjakan? Mereka mendustakan keterangan-keterangan Allah dan hari kemudian. Jadi balasan yang akan mereka terima ialah hukuman orang yang berdusta dan berbuat maksiat. Maka sesuailah kalau kebajikan mereka di akhirat nanti akan menjadi sia-sia dan hilang pahalanya.




Al A’raf Ayat 148

وَاتَّخَذَ قَومُ موسىٰ مِن بَعدِهِ مِن حُلِيِّهِم عِجلًا جَسَدًا لَهُ خُوارٌ ۚ أَلَم يَرَوا أَنَّهُ لا يُكَلِّمُهُم وَلا يَهديهِم سَبيلًا ۘ اتَّخَذوهُ وَكانوا ظالِمينَ
Dan kaum Nabi Musa, sesudah ia (pergi ke Gunung Tursina), mereka membuat dari barang-barang emas perhiasan mereka, (patung) anak lembu yang bertubuh dan bersuara (Allah berfirman): "Tidakkah mereka memikirkan bahawa patung itu tidak dapat berkata-kata dengan mereka dan tidak dapat juga menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (berhala yang disembah) dan sememangnya mereka adalah orang-orang yang melakukan kezaliman".

Sepeninggalan Nabi Musa berangkat menemui Allah rabbul ‘alamin, kaum bani Israel ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi Harun. Kaum Bani Israel ini telah mengumpulkan semua perhiasan emas mereka samada kepunyaan lelaki atau pun perempuan, mereka kumpulkan menjadi menjadi satu kemudian mereka bakar. Setelah elok dibakar sehingga menjadi cair dan padu, mereka pun buat bentuk emas perhiasan itu menjadi ukiran seperti seekor anak sapi.

Di dalam surah Taha dijelaskan bahawa pemimpin dari gerakan ini adalah bernama Samiri yang berasal dari suku Assamirah, salah satu dari suku-suku yang ada di kalangan Bani Israil.  
“Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri."
(Q.S Taha: 85)

Ada perbezaan pendapat antara ahli tafsir tentang patung anak sapi sebagai tuhan selain Allah ini yang disembah Bani Israil itu, apakah berupa anak sapi yang sebenarnya, yang hidup dan dapat bersuara atau berupa patung anak sapi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga jika ditiupkan angin ke dalamnya ia akan dapat bersuara.

Menurut Qatadah, Hasan Al-Basri dan perawi-perawi yang lain bahwa anak sapi yang disembah Bani Israil itu adalah anak sapi yang sebenarnya, yang hidup dan dapat bersuara seperti suara anak sapi yang sebenarnya. Anak sapi itu berasal dari patung anak sapi yang terbuat dari emas perhiasan yang dibawa Bani Israil. Emas perhiasan itu dikumpulkan oleh Samiri, dilebur dan dibuat patung yang berbentuk anak sapi.

Dan pandai sungguh Samiri itu, sehingga dia dapat membuat patung lembu sapi itu dapat bersuara. Diceritakan bahwa Samiri telah melihat malaikat Jibril mengendarai kuda menolong Bani Israil dari pengejaran Firaun dan tentaranya, menyeberang laut Merah. Menurut kepercayaan Samiri: setiap benda mati yang terpijak atau terkena bekas telapak kuda itu akan hiduplah dia, seperti makhluk hidup biasa ini. Maka Samiri mengambil tanah bekas telapak kuda Jibril itu. Sewaktu ia membuat patung anak sapi itu, maka dimasukkannyalah sebagian tanah bekas telapak kuda ke dalam patung anak sapi itu, sehingga patung anak sapi itu hidup, bertubuh, bersuara sebagaimana anak sapi biasa. Inilah yang disembah oleh Bani Israil.

Menurut pendapat kedua: Suara dari patung anak sapi itu adalah kerana masuknya angin ke dalam rongganya dan keluar dari lubang yang lain, sehingga menimbulkan suara. Hal ini dapat dibuat dengan memasukkan alat semacam paip yang dapat berbunyi dalam rongga patung anak sapi itu. Jika paip itu dihembus angin, maka berbunyilah patung anak sapi seperti bunyi anak sapi sebenarnya. Kerana hal seperti itu dipandang aneh oleh Bani Israil, maka dengan mudah timbul kepercayaan pada diri mereka bahwa patung anak sapi itu berhak disembah, sebagaimana halnya menyembah Allah. Dari kedua pendapat ini maka pendapat kedua adalah pendapat yang sesuai dengan akal fikiran.

Allah swt. mencela perbuatan Bani Israil yang lemah iman itu, yang tidak dapat membezakan antara Tuhan yang berhak disembah dengan sesuatu yang ganjil yang baru pertama kali mereka lihat dan ketahui. Mereka tidak dapat membezakan antara Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para Rasul dan makhluk Tuhan yang hanya dapat bersuara yang tidak diketahui maksud dari suara itu. Jika mereka fikir kemampuan diri mereka sendiri mungkin diri mereka lebih baik, lebih mempunyai kesanggupan berbicara dari patung anak sapi itu.

Bani Israil bersikap demikian itu bukanlah berdasar sesuatu dalil yang kuat, mereka berbuat demikian hanyalah kerana pengaruh adat kebiasaan nenek moyang mereka yang ada di Mesir dahulu yang menyembah anak sapi. Padahal kepada mereka telah diturunkan bukti-bukti yang nyata, seperti membelah laut, tongkat menjadi ular dan sebagainya. Kerana mereka tidak mahu memerhatikan bukti-bukti dan dalil-dalil, mereka mengingkari Allah yang kelak berakibat buruk pada diri mereka sendiri.





Al A’raf Ayat 149

وَلَمّا سُقِطَ في أَيديهِم وَرَأَوا أَنَّهُم قَد ضَلّوا قالوا لَئِن لَم يَرحَمنا رَبُّنا وَيَغفِر لَنا لَنَكونَنَّ مِنَ الخاسِرينَ
Dan setelah mereka menyesal (akan apa yang mereka lakukan) dan mengetahui bahawa mereka telah sesat, berkatalah mereka: "Sesungguhnya jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan mengampunkan kami, nescaya menjadilah kami dari orang-orang yang rugi".

Akhirnya Bani Israil menyedari juga bahawa perbuatan mereka menyembah patung anak sapi adalah perbuatan yang sesat dan perbuatan menyekutukan Allah. Kerana itu mereka pun menyesali perbuatan itu dan berkata: "Sesungguhnya dosa kami sangat besar dan demikian pula kedurhakaan dan keingkaran kami, tidak akan dapat melepaskan dari azab perbuatan ini kecuali rahmat Allah dan ampunan-Nya. Seandainya Tuhan tidak mengasihi kami dengan menerima taubat kami pastilah kami menjadi orang yang merugi di dunia dan di akhirat mendapat azab yang pedih."

Di dalam Surah Taha pun ada juga diterangkan dengan lebih jelas bahwa Nabi Harun sudah pun memberikan nasihat dan peringatan berkali-kali kepada mereka, namun sebahagian besar dari mereka masih juga hendak melakukan penyembahan ke atas anak sapi itu. Rupanya yang berdoa ini adalah sebahagian dari mereka yang segera tersedar bahwa mereka telah tersesat. Mereka memohon kembali kepada allah agar mereka diberi rahmat dan keampunan, ditunjuki jalan yang benar dan dihindari dari kesesatan.

Dengan ini kita dalam melihat cabaran yang kedua yang dihadapi oleh Nabi Musa setelah kaumnya meninggalkan negeri Mesir dengan selamat. Cabaran pertama adalah semasa sampai saja di pinggir Laut Merah kaum Bani Israel meminta supaya dibuatkan patung berhala untuk disembah sebagai tuhan. Ini sudah ditegur oleh Nabi Musa, lalu mereka sudah pun diam. Tetapi seketika ketiadaan Nabi Musa pergi menghadap Allah, kaum Bani Israel dengan berani telah melanggar perintah Nabi Harun lalu dibuatkan juga sebuah patung untuk tujuan penyembahan. Ini adalah cabaran kedua buat Nabi Musa. 


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.